![]() |
| Ketua Paguyuban Ruko Grand Galaxy City, Daniel Batubara, saat memberikan keterangan kepada awak media, Senin (3/11/2025). |
Prakata.com – Rencana penerapan parkir berbayar di kawasan Ruko Grand Galaxy City (GGC), Bekasi Selatan, memicu gelombang penolakan keras dari warga rumah toko (ruko) setempat. Melalui konferensi pers, Ketua Paguyuban Ruko Grand Galaxy City, Daniel Batubara, secara tegas menentang kebijakan yang dianggapnya memberatkan dan tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Kebijakan ini pertama kali diumumkan oleh Property Office Management (POM) GGC melalui sebuah surat pada 10 Oktober 2025. Pengelola beralasan, program uji coba parkir bertarif ini merupakan bentuk dukungan terhadap upaya Pemerintah Kota Bekasi dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Operasional parkir rencananya akan dikelola oleh Primkop Wijayakarta dan ditargetkan mulai berlaku pada Desember 2025.
Namun, alasan tersebut ditampik oleh Daniel. "Kami menolak dengan keras parkir berbayar ini. Masa ruko kami beli, halaman kami beli, kami harus bayar parkir? Tidak wajar," tegasnya. Ia mengkhawatirkan aturan ini akan semakin meredupkan geliat usaha yang sudah terasa sepi di kawasan tersebut.
Daniel juga memaparkan rencana tarif yang dinilai memberatkan. Untuk karyawan, tarif parkir sepeda motor dipatok sebesar Rp 30.000 per bulan, sementara tarif mobil belum diinformasikan secara transparan.
Penolakan tidak hanya berhenti pada parkir. Paguyuban yang mewakili sekitar 200 pemilik ruko dari total 1.600 unit ruko ini juga menyoroti kenaikan Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) yang melonjak dari Rp 500.000 menjadi Rp 945.000 per bulan—hampir dua kali lipat lebih mahal dibandingkan kawasan sejenis.
Paguyuban menilai inisiatif parkir berbayar ini cacat hukum. Daniel menyatakan bahwa hingga saat ini, belum ada serah terima prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU) dari pengembang kepada Pemerintah Kota Bekasi. "Kalau parkir berbayar dikelola Dishub atau Pemda untuk PAD, kami setuju. Tapi kalau dikelola yang bukan dari Pemda, kami tolak dengan keras," tegasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa dari 1.600 unit ruko, pengembang kini hanya menguasai 9 unit, sementara sisanya telah dibeli warga. Oleh karena itu, pengelolaan PSU sudah seharusnya diserahkan kepada pemerintah daerah.
Daniel mengaku telah melakukan konfirmasi kepada Dinas Perhubungan Kota Bekasi dan mendapati bahwa pemda tidak mengetahui rencana parkir berbayar tersebut. Hal ini mempertanyakan penggunaan nama Pemkot Bekasi dan Korem dalam surat imbauan yang dikirim kepada para pemilik ruko.
![]() |
| Warga pemilik ruko GGC Kota Bekasi membentangkan spanduk penolakan penerapan parkir berbayar. |
Konflik antara warga pemilik ruko dan pengelola GGC disebutnya telah berlangsung sejak 2023, mencakup persoalan IPL dan serah terima PSU. Meski beberapa kali dipanggil oleh DPRD Kota Bekasi, pihak pengembang diduga kerap mangkir. "Sama sekali tidak ada transparansi," keluh Daniel.
Sebagai bentuk perlawanan, Paguyuban telah mengirimkan surat aspirasi ke berbagai pihak, termasuk Wali Kota Bekasi dan rencananya juga akan ditujukan ke Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Daniel berharap agar PSU segera diserahkan ke pemda. Jika tidak ada respon, ia menyatakan siap memperjuangkan aspirasi ini hingga ke tingkat yang lebih tinggi. "Tolong hak kami didengarkan," pintanya. (Gud)
Ikuti Berita Terbaru di WhatsApp Channel



