tRbFFwIJXCPvDkjdZ6hw7BrVzKSmv3z6tIDMFXHn
Bookmark

PDIP-PKS, Oposisi Potensial yang Sulit Bersinergi

PDIP & PKS
PRAKATA.COM - Menurut Arya Budi, pengamat dan dosen dari Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, PDIP dan PKS memiliki potensi untuk menjadi oposisi di era pemerintahan 2024-2029, tetapi sangat kecil kemungkinannya untuk berkoalisi.

"Ya, kalau mereka berada di luar pemerintahan, itu memang bisa terjadi. Tapi, masalahnya adalah di luar pemerintahan, apakah mereka bisa bersatu, itu yang sangat tidak mungkin," ujar Arya, Sabtu (2/3/2024).

Dia menilai PDIP dan PKS lebih memilih untuk bergerak secara mandiri demi mewujudkan checks and balances yang dapat menciptakan pemerintahan yang demokratis.

Dengan adanya checks and balances ini, setiap lembaga negara bisa saling mengontrol dan menyeimbangkan kekuasaan lembaga lain. Ini sejalan dengan aspirasi reformasi dan konstitusi UUD 1945 agar terbentuk penyelenggaraan negara yang bertanggung jawab dan bebas dari penyalahgunaan.

Arya juga membandingkan PDIP dan PKS seperti minyak dan air yang tidak dapat menyatu.

"Sebab, secara jarak ideologi mereka sangat berbeda, itu seperti minyak dan air. Itu akan merepotkan, menyulitkan," katanya.

Karena itu, dia berpendapat, hal yang paling realistis bagi kedua partai ini adalah berada di luar pemerintahan dengan berjalan secara terpisah.

Keadaan ini juga bisa menarik suara pemilih yang tidak memilih pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.

"Yang paling realistis adalah dua partai ini di luar pemerintahan, tapi mereka berjalan secara terpisah, tentu mereka akan tetap mengkritik pemerintah dan mengambil celah untuk pemilih-pemilih yang tidak mendukung Prabowo-Gibran," papar Arya.

Selain itu, dia menjelaskan bersatunya dua partai ini sebagai oposisi memiliki peluang kecil. Karena, dibutuhkan motivasi yang kuat untuk berada di luar pemerintahan, seperti keseragaman ideologi hingga platform politik.

"Hal ini berkebalikan jika PDIP dan PKS berada di dalam pemerintahan. Mereka bisa dengan mudah bersatu, meskipun memiliki jarak ideologi yang besar," tuturnya.

Dia menyatakan bersatunya dua partai itu didukung oleh adanya platform politik berupa kementerian. Di mana masing-masing partai merasa terlibat dalam proses pengambilan kebijakan publik.

"PDIP dan PKS itu sangat berbeda secara ideologi dan standing point politiknya," tandasnya.

Sebelumnya, Kamis (15/2), Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menegaskan bahwa partai berlambang banteng moncong putih itu siap berjuang sebagai oposisi di luar pemerintahan dan parlemen untuk menjalankan tugas check and balance.

Berdasarkan siaran persnya di Jakarta, pada Kamis (29/2/2024), Hasto melihat pada periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), kekuasaan yang terpusat menimbulkan kemampuan untuk melakukan manipulasi, sehingga kekuasaan dan kritik dalam konteks kebijakan dan implementasinya membutuhkan check and balance.

Menurutnya, berada di luar pemerintahan adalah suatu tugas patriotik dan pernah dijalani PDIP pasca Pemilu 2004 dan Pemilu 2009.

“Ketika PDIP berada di luar pemerintahan tahun 2004 dan 2009, kami banyak diapresiasi karena peran serta meningkatkan kualitas demokrasi. Bahkan, tugas di luar pemerintahan, suatu tugas yang patriotik bagi pembelaan kepentingan rakyat itu sendiri,” kata Hasto.

Oleh karena itu, selain berjuang di luar pemerintahan atau di DPR, PDIP akan berjuang lewat jalur partai.

Berdasarkan hasil hitung cepat dari sejumlah lembaga survei menyebut bahwa perolehan suara pasangan calon nomor 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mengalahkan pasangan calon nomor 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan pasangan calon nomor 3 Ganjar Pranowo-Mahfud Md. (Zen)

Ikuti Berita Terbaru di Google News