![]() |
Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM) dan Anggota Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, Ronny Hermawan (kanan). |
“Pembangunan sekolah bertingkat telah diatur dalam Panduan Pengembangan Bangunan SMA (2020) yang dikeluarkan Direktorat Sekolah Menengah Atas Kemendikbud. Menurut saya ini bisa jadi solusi akan ketimpangan jumlah lulusan SMP yang ingin masuk ke SMA/SMK Negeri,” ujar Ronny, Kamis (26/6/2025).
Pengembangan vertikal menjadi solusi efisiensi lahan dengan mempertimbangkan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimal 40% dan rasio luas lantai minimal 4,02 m²/siswa untuk bangunan tiga lantai (Permendiknas No. 24/2007).
Ronny merinci dasar hukum dan kriteria teknis dalam usulannya kepada KDM agar merealisasikan pembangunan sekolah vertikal. Regulasi ini berpedoman pada UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung yang mengatur standar keselamatan dan fungsi bangunan.
Kemudian, PP No. 35/2005 tentang Pelaksanaan UU Bangunan Gedung, termasuk persyaratan teknis konstruksi, Permendiknas No. 24/2007 tentang standar sarana-prasarana sekolah, termasuk rasio luas lantai dan lahan, dan Permen PUPR No. 22/2018 tentang pembangunan bangunan negara, termasuk sekolah.
"Dengan keterbatasan lahan di daerah padat seperti Kota Bandung, Kota Depok atau Kota Bekasi, pembangunan vertikal bisa menambah daya tampung tanpa perlu perluasan lahan. Dalam hal ini Pemprov Jabar juga harus memastikan desain memenuhi kriteria zonasi kegiatan (publik, semi-publik, privat), akses disabilitas, dan jalur evakuasi sesuai SNI," tambahnya.
Menurut data Dinas Pendidikan Jabar, Tahun ini, kuota untuk SMA/SMK dan SLB negeri di Jabar hanya 329.000 siswa, sementara jumlah lulusan SMP diperkirakan mencapai 700.000 siswa. Artinya, 371.000 calon siswa SMA/SMK negeri di Jabar tidak tertampung akibat keterbatasan ruang. Pembangunan vertikal diharapkan menjadi solusi, terutama di sekolah eksisting yang lahan terbatas.