Anggota DPR RI Novita Hardini. |
"Ini penting agar pendidikan di Indonesia bisa lebih
kompetitif di tingkat global," ujarnya yang dilansir dari keterangan yang
diterima di Jakarta, Rabu (18/12/2024).
Selain itu, menurutnya, banyak orang tua yang menyekolahkan
anaknya di sekolah internasional bukan karena berasal di ekonomi kalangan atas,
melainkan karena rela memberikan segala daya upaya demi pendidikan meskipun
dalam keterbatasan.
"Tidak semua siswa di sekolah internasional berasal
dari keluarga kaya. Banyak orang tua yang rela bekerja lebih keras atau
menggeser kebutuhan lainnya demi prioritas membiayai pendidikan anak,"
ucapnya.
Apabila ada kebijakan kenaikan PPN sebesar 12 persen, kata
dia, maka akan memperlebar jurang akses pendidikan berkualitas di dalam negeri
dan sekolah internasional akan semakin sulit dijangkau.
Lebih lanjut, Novita menilai bahwa akan ada dua dampak besar
apabila kebijakan itu diterapkan pada sekolah internasional.
Dampak pertama adalah meningkatnya beban biaya operasional.
Menurutnya, sekolah internasional sangat bergantung pada sumber daya global
seperti teknologi terbarukan dan kurikulum global.
Jika PPN naik menjadi 12 persen dan beban biaya operasional
akan meningkat, maka harapan agar anak-anak bangsa bisa bersaing secara global
akan pupus.
"Sekolah Internasional adalah media kita mampu memahami
struktur dan pola pikir dengan wawasan global. Yang pada akhirnya, setiap
lulusannya memiliki akses berkarier dan ber-networking ke seluruh penjuru
dunia dengan mudah. Jika PPN 12 persen dibebankan kepada sekolah internasional,
maka ini menjadi beban yang akan dirasakan langsung oleh para orang tua yang
tidak semuanya berasal dari keluarga kaya," tuturnya.
Dampak kedua yang bisa terjadi adalah menurun drastisnya
minat calon siswa. Orang tua yang merasa terbebani dengan kenaikan PPN, akan
memilih alternatif sekolah lain.
"Sekolah bisa kehilangan siswa, dan investor pun akan
menghadapi tantangan besar dalam menjaga keberlangsungan operasionalnya,"
ujarnya.
Oleh karena itu, Novita meminta pemerintah untuk
mempertimbangkan kembali kebijakan kenaikan PPN 12 persen demi masa depan
pendidikan Indonesia yang lebih inklusif dan berkeadilan.
"Kita harus berpikir jangka panjang. Jangan sampai
kebijakan ini justru membuat pendidikan berkualitas semakin tidak terjangkau
dan menghambat peningkatan mutu pendidikan nasional," ujarnya menegaskan.
Diketahui, pemerintah resmi menetapkan kenaikan tarif PPN
menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.