Penjara Banceuy, Jalan Banceuy Nomor 8A, Kota Bandung. |
Di penjara ini ada 2 macam sel yaitu sel untuk tahanan
politik di lantai atas dan sel untuk tahanan rakyat jelata di lantai bawah. Sel
penjaranya sendiri berukuran 1,5 x 2,5 meter.
Awal mula bangunan ini jadi bagian bersejarah terjadi pada
29 Desember 1929. Kala itu, Soekarno serta tiga rekan dari PNI: Maskoen,
Soepriadinata, dan Gatot Mangkoepraja ditangkap di Yogyakarta dan kemudian
dijebloskan ke penjara Banceuy selama kurang lebih 8 bulan.
Dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat (2007),
Soekarno menulis penjara Banceuy adalah rumah tahanan bagi para penjahat kelas
pepetek atau kelas bawah. Para sipir memberi ransum kepada para tahanan berupa
nasi merah dan sambal.
Ia mengungkapkan, "pepetek tidur di atas lantai. Kami
tahanan kelas yang lebih tinggi tidur lebih nyaman di atas ranjang besi yang
lebarnya tidak cukup untuk satu orang dan dialas dengan tikar jerami setebal
karton."
Penjara Banceuy juga disebut-sebut merupakan tipe penjara
yang bakal menekan mental para tahanan sejak kali pertama mereka masuk sel.
Luasnya tidak lapang seperti sel-sel penjara hari ini yang bisa digunakan untuk
rebahan dan memiliki sirkulasi udara dan cahaya yang cukup.
Sebagai gambaran, sel yang ditempati Bung Karno cuma
seukuran panjang tubuh manusia dewasa. Ia menyebutnya "tak lebih dari peti
mayat".
Di sinilah Bung Karno menyusun pledoi yang sangat terkenal
yang kemudian diberi nama Indonesia Menggugat. Pledoi ini kemudian dibacakan di
sidang pengadilan di Gedung Landraad (kini bernama Gedung Indonesia Menggugat
yang terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan).
Pada tahun 1983 penjara Banceuy dipindahkan ke Jalan
Soekarno-Hatta. Kemudian penjara Banceuy ini dibongkar untuk dijadikan kompleks
pertokoan dan disisakan hanyalah sel penjara Bung Karno dan menara pos penjaga.
Saat ini, Lapas Banceuy telah dipindahkan ke Jalan Soekarno
Hatta Nomor 187A, dan berfungsi sebagai lembaga pemasyarakatan di bawah
Kemankum HAM.
Adapun, bekas bangunan penjara di Jalan Banceuy Nomor 8A
kini diubah menjadi pusat bisnis atau pertokoan melalui kerja sama pembangunan
selama 30 tahun antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan PT Interna Permai.
Pihak yang terlibat dalam pembangunan situs ini, karena
memiliki nilai sejarah yang tinggi, memutuskan untuk mempertahankan menara
pengawas penjara sebagai warisan.