“Dengan segala perbedaan yang ada, penting bagi dunia untuk
melihat bahwa pemimpin di Indonesia dapat bersatu, terutama dalam hal-hal yang
strategis,” kata Said dalam pernyataan resmi di Jakarta, Senin (20/5/2024).
Menurut pandangan internasional, pemimpin formal sebuah
negara harus bersatu. Puan sebagai Ketua DPR RI dan Presiden Jokowi sebagai
pemimpin pemerintahan Indonesia, menurut Said, seharusnya bertemu dalam konteks
acara tersebut.
Dia berpendapat bahwa akan tampak kurang baik di mata dunia,
dan kurang matang jika perbedaan dalam langkah politik menghalangi pertemuan
antara Jokowi dan Puan dalam konteks acara kenegaraan.
Terlebih lagi, World Water Forum Ke-10 dihadiri oleh
beberapa kepala negara dunia, puluhan menteri, dan ribuan delegasi.
Said menambahkan bahwa contoh yang ditunjukkan oleh Jokowi
dan Puan telah ditiru oleh para pemimpin sebelumnya, seperti Soekarno, Mohammad
Hatta, hingga Amir Sjarifudin, yang memiliki banyak perbedaan dalam langkah
politik.
“Namun, tokoh-tokoh tersebut masih bisa bertemu untuk urusan
yang lebih penting, yang menyangkut kepentingan bangsa dan negara,” kata dia.
Dia menjelaskan bahwa dalam World Water Forum Ke-10,
Indonesia mendapatkan potensi untuk berbagai kerja sama internasional, di mana
salah satu topik yang dibahas adalah krisis dan bencana iklim.
Dia menekankan bahwa isu air berhubungan dengan kelangsungan
hidup di bumi, sehingga kontribusi dari Indonesia dan dunia sangat penting
dalam merumuskan aksi iklim yang baik.
Dia juga menyebutkan bahwa Puan dan Jokowi akan bertemu lagi
dalam berbagai acara kenegaraan yang akan datang.
Pada 16 Agustus 2024, Jokowi akan datang ke DPR dan
menyerahkan Nota Keuangan RAPBN 2025, yang akan diikuti dengan sidang bersama
antara MPR, DPR, dan DPD dengan Jokowi pada hari berikutnya.
Puan juga akan bertemu lagi dengan Presiden Jokowi pada
peringatan Proklamasi Indonesia, dan seterusnya di berbagai acara kenegaraan
lainnya.