Polarisasi Pilkada Serentak 2024. Ilustrasi |
Namun, ia juga menyoroti empat tantangan utama yang harus
dihadapi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pilkada. Salah
satu tantangan tersebut adalah potensi polarisasi di setiap daerah.
"Polarisasi di setiap wilayah menjadi kemungkinan yang
sangat mungkin terjadi. Meski tingkat polarisasi mungkin berbeda antar daerah,
kita harus siap menghadapi isu polarisasi dan konflik yang mungkin muncul di
berbagai wilayah secara bersamaan," ujar Ardli, Rabu (4/4/2024).
Ardli juga menyoroti tantangan lain yang harus dihadapi oleh
penyelenggara pemilu, yaitu beban kerja yang berat bagi sumber daya manusia
yang bertugas dalam Pilkada serentak 2024.
"Pemilihan yang akan diselenggarakan di 37 provinsi dan
508 kabupaten/kota tentu memerlukan sumber daya manusia yang siap menjalankan
tugas. Dalam hal ini, isu kelelahan pelaksana dalam menjalankan tugas yang
sebelumnya telah menimbulkan korban jiwa harus menjadi perhatian utama,"
katanya.
Selain itu, Ardli juga menekankan pentingnya mengantisipasi
kampanye hitam, berita palsu, dan politik uang. Oleh karena itu, ia berharap
penyelenggara Pilkada serentak 2024 dapat bekerja keras dalam menangani hal
tersebut.
"Selanjutnya, kredibilitas penyelenggara. Tidak dapat
dipungkiri bahwa isu kecurangan dalam Pilpres sebelumnya masih sangat melekat
dalam pikiran sebagian masyarakat, dan hal ini bisa jadi akan menimbulkan
sentimen negatif terhadap penyelenggaraan Pilkada serentak mendatang. Oleh
karena itu, KPU harus mampu menjawab hal ini," tambahnya.
Sementara itu, ia menegaskan bahwa sistem pengawasan dan
pencegahan dalam Pilkada serentak memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat,
terutama dalam menghadapi empat tantangan tersebut.
"Masyarakat perlu memiliki kesadaran politik untuk
berpartisipasi secara aktif. Tidak hanya sebagai pemilih, tetapi juga sebagai
pengawas, dan aktif dalam mencegah hal-hal yang dapat merusak demokrasi di
negara kita," pungkasnya. (Zen)