Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah. |
Menurut Fahri, kedepannya bukan hanya parliamentary
threshold yang perlu dihapus, tetapi juga presidential threshold. Hal ini
dikarenakan kedua batas tersebut yang membuat rakyat merasa terpisah dari hak
pilih mereka. Fahri menegaskan dalam pernyataan tertulisnya bahwa setiap bentuk
ambang batas pada dasarnya mengubah hak rakyat untuk memilih pemimpin mereka
secara langsung, karena keberadaannya membatasi rakyat. Meski demikian, ia
percaya bahwa suara rakyat tetap lebih berpengaruh.
“Jika kita mempertimbangkan argumen MK tentang kedaulatan
rakyat, maka inti dari seluruh proses demokrasi dan pemilihan adalah kedaulatan
rakyat. Oleh karena itu, semua jenis pembatasan yang menciptakan perantara
antara pemerintah dan rakyat harus dihentikan,” katanya.
Fahri juga menambahkan bahwa kedua ambang batas tersebut
menciptakan perbedaan antara pilihan rakyat dan orang yang terpilih. Oleh
karena itu, tidak mengherankan jika masih ada persepsi bahwa wakil rakyat
sebenarnya tidak sepenuhnya mewakili rakyat, tetapi partai mereka
masing-masing.
“Seharusnya, wakil rakyat adalah perwakilan langsung dari
rakyat karena pada dasarnya rakyat memilih orang dan kemenangan ditentukan oleh
jumlah suara terbanyak,” ujarnya.
Dalam sidang pleno Kamis (29/2/2024), MK mengabulkan
sebagian permohonan uji materi Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu yang diajukan oleh
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). MK meminta pembuat
undang-undang untuk mengatur ulang besaran angka dan persentase ambang batas
parlemen dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu agar lebih
rasional.