tRbFFwIJXCPvDkjdZ6hw7BrVzKSmv3z6tIDMFXHn
Bookmark

Inovasi Pengelolaan Sampah Mandiri oleh Warga Bandung, Dari Loseda dan Maggotisasi hingga Wisanggeni

 

Sekda Kota Bandung Ema Sumarna dan Camat Regol Sri Kurniasih

PRAKATA.COM - Meskipun status darurat sampah di Bandung telah diakhiri, warga Kecamatan Regol terus menerapkan praktek baik dalam pengelolaan sampah. Menurut Camat Regol, Sri Kurniasih, berbagai program telah diluncurkan di Kecamatan Regol untuk meningkatkan pengelolaan sampah mandiri langsung dari sumbernya.

Program-program ini mencakup pembentukan tim penanganan sampah, aktivasi Kawasan Bebas Sampah (KBS), sosialisasi dan edukasi, serta pemilahan dan pengolahan sampah. “Kami terus melakukan edukasi, mulai dari kunjungan langsung ke rumah warga hingga edukasi melalui media sosial kecamatan dan LKK,” ujarnya.

Warga Kecamatan Regol telah terbiasa memilah sampah mereka sendiri di rumah. Saat ini, sebanyak 5.524 Kepala Keluarga (KK) atau 26,15% warga telah memilah sampah mereka secara mandiri. “Pengelolaan sampah organik dilakukan dengan metode komposter, biopori, loseda, ecobrik, dan maggotisasi. Kami juga melakukan maggotisasi di pasar Karapitan bekerja sama dengan kepala pasar. Selain itu, kami membuat mesin pencacah di Cigereleng dan menggunakan Wisanggeni di kelurahan Pasirluyu,” tambahnya.

Kecamatan Regol juga telah meluncurkan berbagai inovasi untuk mendorong warga mengelola sampah, mulai dari Gerakan Adu Campernik (Ayo ke Posyandu Candak Sampah kering Anorganik), Gerakan Rumah Daun (Garuda), hingga Gerakan Misting dan Kempis (Gamis). Terkait dengan pengolahan sampah anorganik, Kecamatan Regol telah memiliki 9 bank sampah yang tersebar di seluruh kelurahan.

“Regol juga telah memiliki 6 lokasi Kawasan Bebas Sampah (KBS) yang tersebar di lima kelurahan,” tambahnya. Meski darurat sampah telah berakhir, upaya pengelolaan sampah sejak dari sumber akan terus dilakukan demi Bandung yang lebih baik. “Semoga inovasi ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan pemilahan sampah di sumber. Tujuan kami ke depan adalah mengurangi sampah organik dan anorganik di wilayah kami,” katanya.

Sekretaris Daerah Kota Bandung, Ema Sumarna, menyatakan bahwa Kecamatan Regol, yang berada di pusat kota Bandung, harus menjadi contoh bagi kecamatan lainnya. Ia menekankan bahwa perubahan paradigma masyarakat terkait pengelolaan sampah membutuhkan waktu yang cukup lama, dan diperlukan kerjasama semua elemen masyarakat.

“Dalam mengubah paradigma, kita membutuhkan waktu dan kerjasama semua elemen masyarakat. Mari kita berlomba-lomba dalam kebaikan. Kami ingin Bandung menjadi kota bebas sampah,” kata Ema. Dari 1.300 ton sampah yang biasanya diangkut ke TPA Sarimukti, hanya 934 ton yang diangkut sekarang. Ada 400 ton yang bisa diselesaikan. Keberhasilan ini berkat kerja keras dari berbagai klaster.

Sebanyak 109 ton sampah berhasil diolah dengan baik, mulai dari klaster pendidikan, tempat ibadah, asosiasi perdagangan, dan perkantoran. Saat ini, 20% kelurahan di Kota Bandung telah diberikan ember dan karung, serta dukungan anggaran untuk membuat hanggar maggot. Untuk lebih menyelesaikan permasalahan sampah, Pemerintah Kota Bandung juga membangun sejumlah Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST).

“Saya berharap masyarakat Regol dapat berprestasi dalam penanganan sampah. Regol adalah wajah kota. Ini sudah saatnya, kita tidak bisa kembali ke masa lalu agar tidak terulang, terlebih ini baru di awal tahun, mari kita tunjukkan komitmen dan kebersamaan untuk menciptakan lingkungan bebas sampah,” pungkasnya. (gud)