Ajakan ini ditanggapi positif oleh Ketua Dekranasda Jateng Siti Atikoh Ganjar Pranowo. Ia mengatakan, kaderisasi perajin menjadi tantangan besar bagi lestarinya tradisi kriya dan wastra nusantara. Oleh karenanya, di Jateng ada dua strategi yang ditempuh untuk menelurkan pewaris tradisi-tradisi tersebut.
“Kalau kita (Jateng) ada dua sistem. Pertama kurikulum dari SD, SMP, dan SMK, kita perkenalkan cara membatik, mendesain serta memproduksi kerajinan lain. Kedua melalui kegiatan informal, semisal lomba-lomba desain wastra,” ujarnya, saat meninjau pameran kerajinan pada puncak acara HUT ke-43 Dekranas di Lapangan Banteng, Medan.
Ia mengatakan, pendidikan mengenai kriya di Jateng sebanyak 80 persen didominasi oleh praktik. Hal itu bertujuan membangun minat siswa agar tidak terbebani dengan teori-teori di dalam kelas.
“Kedua, dengan informal melalui lomba desain. Kalau memberi pelatihan as usual pasti bosan, maka pendekatannya dengan banyak praktik,” sebut Atikoh.
Hal serupa dikatakan Wakil Ketua Dekranasda Nawal Taj Yasin. Selain dua strategi itu, inovasi juga menjadi senjata pengembangan kriya dan wastra di Jateng.
“Inovasi juga penting ya, misal di Rembang batik sudah bagus. Tapi jarang yang ready to wear, di situ diadakan pelatihan agar pangsa yang dituju lebih banyak,” urainya.
Selain itu, Nawal juga menggarisbawahi keterlibatan santri, dalam menggelorakan tradisi kriya dan wastra nusantara.
“Banyak juga keterlibatan santri, seperti di Wonosobo, ada baju koko, sarung, batik. Selain itu mindset santri juga perlu didorong, kami juga tak berhenti pada pelatihan saja, tapi juga sampai pemasarannya juga benar,” ungkapnya.
Perlu diketahui, ajang HUT ke-43 Dekranas diikuti oleh seluruh pengurus Dekranasda, dengan jumlah undangan sekitar 1.496 orang. Acara dipusatkan di Hotel Santika Dyandra dan pameran kriya dan wastra, di Lapangan Banteng hingga Minggu (21/5/2023).
Dari Jateng, ditampilkan puluhan kerajinan, mulai dari tenun, dompet, topi, hingga kriya berupa wire bross. Produk yang berasal dari 11 kabupaten/kota itu bernilai hingga Rp250 juta.
Bahkan, produk syal tenun asal Klaten telah melanglang ke berbagai negara. Seperti Belanda, Australia, Malaysia, hingga Amerika Serikat. (Hms/sng)