Refleksi Kepemimpinan dan Persatuan, Mengambil Hikmah dari Setiap Era - Prakata.com | Kata-kata Dalam Berita
tRbFFwIJXCPvDkjdZ6hw7BrVzKSmv3z6tIDMFXHn
Bookmark

Refleksi Kepemimpinan dan Persatuan, Mengambil Hikmah dari Setiap Era

Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Patria Artha, Heru Budi Wasesa.
(*) Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Patria Artha, Inisiator Garuda 8 Nuswantara, Ketua Alumni Universitas Pertahanan (Unhan) RI ke-3

TIDAK ada manusia yang sempurna, sebagaimana tidak ada yang selalu buruk. Setiap individu dan setiap pemimpin membawa dua sisi yang berbeda. Tugas kitalah untuk mengambil yang baik sebagai panutan dan menjadikan yang buruk sebagai pelajaran berharga di kemudian hari.

Pada hakikatnya, mustahil kita temukan pemimpin yang berniat menghancurkan negerinya sendiri. Strategi pembangunan dan pemerintahan yang mereka jalankan adalah buah dari pemikiran dan visi yang mereka yakini.

Dalam perjalanannya, ada yang berhasil mengantarkan bangsa pada kemajuan, ada yang belum sepenuhnya mencapai target, dan ada pula yang gagal. Inilah dinamika sejarah yang tidak terelakkan.

Kita mengenal Soekarno, yang dengan gigih membawa bangsa ini menuju gerbang kemerdekaan. Kemudian, kepemimpinan berpindah ke Soeharto yang membawa Indonesia pada era tinggal landas, meski tidak lepas dari masa-masa yang membuat jenuh.

Pasca-Reformasi, kita menyaksikan para pemimpin yang bergantian memegang tampuk kepemimpinan dengan satu tujuan yang sama: meneruskan estafet tinggal landas menuju Indonesia Emas, yaitu Indonesia yang lebih berkeadilan di segala sektor.

Setiap pemimpin, tanpa terkecuali, memiliki kekurangan. Namun, justru di situlah letak kemajuan sebuah bangsa. Pemimpin yang datang kemudian sudah seharusnya membenahi dan menyempurnakan apa yang telah dibangun oleh pendahulunya.

Sebuah bangsa tumbuh melalui proses koreksi dan penyempurnaan yang berkelanjutan. Untuk mewujudkan cita-cita luhur tersebut, persatuan mutlak diperlukan.

Landasan persatuan yang paling kokoh adalah mencari dan mengedepankan persamaan, bukan terus-menerus memperuncing perbedaan.

Kita harus ingat, tidak ada hari ini tanpa kemarin. Masa lalu, dengan segala keberhasilan dan kegagalannya, adalah fondasi untuk membangun masa depan yang lebih baik.

Marilah kita menjadi bangsa yang bijak, yang mampu mengambil intisari dari setiap episode sejarah. Hanya dengan belajar dari masa lalu dan bersatu dalam visi bersama, kita dapat mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, dan berdaulat. (*)

Ikuti Berita Terbaru di WhatsApp Channel