![]() |
| Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian. |
Prakata.com – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian, menegaskan bahwa DPR akan mengawasi proses revisi penulisan sejarah Indonesia yang sedang dilakukan oleh Kementerian Kebudayaan. Menurutnya, sejarah merupakan hal yang menyangkut kepentingan bersama bangsa, bukan sekadar urusan kementerian.
"Sejarah bukan milik pemerintah, melainkan milik rakyat. Sebagai perwakilan rakyat, DPR bertanggung jawab memastikan proses ini berjalan objektif, bukan sekadar rekayasa memori kolektif," tegas Lalu dalam pernyataannya, Selasa (17/6/2025).
Ia juga menyayangkan kurangnya keterlibatan publik dan akademisi dalam penyusunan revisi sejarah tersebut. "Jika masyarakat hanya diberi kesempatan memberi masukan setelah draf selesai, itu bukan partisipasi aktif, melainkan sekadar penyampaian informasi satu arah," ujarnya.
Lalu menolak keras stigmatisasi terhadap kelompok yang memiliki pandangan berbeda dengan pemerintah, seperti cap 'radikal' atau 'sesat sejarah'. "Sejarah bukanlah doktrin mutlak, melainkan ruang interpretasi. Negara harus menjadi fasilitator yang netral, bukan pemegang monopoli narasi sejarah," tegasnya.
Selain itu, ia mengkritik penggunaan istilah *Sejarah Resmi* dalam proyek revisi tersebut. "Istilah itu mencerminkan pola pikir otoriter. Kita harus belajar dari masa lalu, di mana sejarah sering digunakan untuk membungkam keragaman, bukan merangkumnya," jelas Lalu.
Ia menekankan bahwa penulisan sejarah harus ditujukan untuk generasi mendatang, bukan sekadar memuaskan kepentingan penguasa saat ini. "Bangsa yang besar adalah bangsa yang berani menghadapi masa lalunya dengan jujur, bukan menyembunyikannya. Jika sejarah hanya ditulis sebagai alat propaganda, ia kehilangan nilainya sebagai warisan bangsa," paparnya.
Lalu menegaskan bahwa Komisi X DPR akan mendorong evaluasi kritis terhadap proyek revisi sejarah ini agar tetap memenuhi prinsip ilmiah, etika akademik, dan semangat kebhinekaan. (hal/aha)
Ikuti Berita Terbaru di WhatsApp Channel


