Alumni Aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonsia (GMNI), Nyimas Sakuntala Dewi. |
Oleh Nyimas Sakuntala Dewi (*)
AKHIR-AKHIR ini jagad politik tanah air dihebohkan dengan
berbagai skandal politik yang memalukan yang melibatkan tokoh politik nasional.
Salah satu kasus yang sedang viral yaitu kasus Korupsi yang menyeret tokoh
politik dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto,
yang sedang diproses oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus yang sejak
lama di-peti-es-kan oleh lembaga penegak hukum, kemudian sekarang dihidupkan kembali.
Terlepas benar atau tidaknya keterlibatan Hasto dalam kasus
Harun Masiku, namun yang sangat disesalkan, dimana saudara Hasto membuat
justifikasi atau pembenaran seolah-olah apa yang dialaminya sama dengan Tokoh
Proklamator Soekarno atau Bung Karno.
Sikap gegabah saudara Hasto tanpa disadari men-downgrade
kapasitas Bung Karno dengan cara yang tidak proporsional. Apalagi di tengah
upaya anak bangsa sedang berjuang untuk menyosialisasikan pemurnian nama baik
Bung Karno yang disandera oleh TAP MPRS No.XXXIII tahun 1967 yang dilakukan
oleh Rezim Orde Baru.
Sikap kalap yang kontraproduktif itu membuat publik pencinta
atau penerus Bung Karno merasa jengah. Karena sepanjang sejarah kepemimpinan
Bung Karno, beliau sangat anti terhadap praktik korupsi yang dilakukan oleh
para Aparatur Negara.
Komitmen anti korupsi yang dilakukan oleh Bung Karno tidak
sekedar ucapan "lip service" saja, tapi diwujudkan dalam berbagai kebijakan pemerintah. Konsistensi
sikap Bung Karno terhadap upaya pemberantasan korupsi senantiasa digaungkan
dalam berbagai even pidato politik Bung Karno.
Misalnya menyangkut isu anti Korupsi juga dikumandangkan
dalam pidato politik yang berjudul "Penemuan Kembali Revolusi Kita". Dalam pidato itu, selain isu-isu strategis
ideologis yang menyangkut politik kenegaraan ,tapi aspek Korupsi juga sangat diberi
perhatian.
Dalam Pidato Politik "Menemukan Kembali Revolusi Kita”,
dimana Bung Karno Mengutuk Keras segala bentuk tindak penyimpangan Korupsi yang
dilakukan oleh Aparatur Negara. Untuk Itulah Bung Karno membentuk Badan
Pengawas Kegiatan Aparatur Negara (Bapekan) melalui Peraturan Presiden No.1 Tahun
1959.
Bapekan ini bertugas mengawasi kegiatan Aparatur Negara dan menangani
pengaduan masyarakat terkait indikasi Korupsi. Selain itu Bung Karno juga
membentuk Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran) yang diketuai oleh A.H. Nasution.
Paran ini melakukan operasi Budhi untuk menangkap pelaku korupsi, termasuk
Kolenel Pringadi yang divonis bersalah, karena menggelapkan uang negara.
Jadi Bung Karno itu anti korupsi, karena saya sebagai pengagum beliau, malu saya jika ngaku-ngaku anak ideologis, karena saya belum dapat menyumbang apapun untuk negara ini. Secara pribadi saya berkeberatan jika ada yang korupsi lalu bawa-bawa nama beliau, pamer bukunya. Jika kita menghormati, menghargai beliau tentu kita tidak menyimpang dari ajaran Beliau.
Jadi biarkan beliau tenang di surga sana jangan kalian ganggu dengan mencoreng nama beliau yang baru saja dipulihkan. Jadilah manusia satria, berani berbuat tentu berani bertanggung jawab. Bung Karno berkorban buat Negara, bukan merampok negara. Jadi Stop membawa nama Bung Karno untuk pembenaran! Merdeka!!!