Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo. |
“Pada dasarnya, ada dua manfaat utama. Yang pertama, dengan
adanya layanan kelas standar, kualitas pelayanan akan meningkat. Dari yang
sebelumnya kelas tiga, kini menjadi kelas standar dengan pelayanan yang lebih
baik,” ungkapnya dalam pernyataan di Jakarta, Selasa (21/5/2024).
Selanjutnya, Rahmad menambahkan, implementasi kelas standar
ini menciptakan kesetaraan dalam pelayanan, baik untuk yang mampu maupun yang
kurang mampu, hak mereka sama dalam hal pelayanan kesehatan.
Namun, sebelum KRIS diterapkan, ia menekankan bahwa DPR
meminta pemerintah untuk mempersiapkan infrastruktur, dalam hal ini Dewan
Jaminan Sosial Nasional (DJSN), untuk membuat kebijakan dasar yang tidak hanya
terbatas pada pelayanan, tetapi juga termasuk pembiayaan.
“Isu yang paling ditunggu adalah tentang pembiayaan. Harus
dihindari agar penerapan KRIS standar tidak membuat peserta BPJS kelas tiga
menjadi mantan peserta. Logikanya, jika naik menjadi kelas standar, iuran akan
meningkat,” katanya.
Rahmad menyatakan bahwa DPR menantikan penjelasan dari
pemerintah tentang konsep dasar dan desain pembiayaan sistem KRIS secara
lengkap. Ia tidak ingin perubahan kebijakan ini memberatkan masyarakat,
terutama yang membiayai secara mandiri.
Ia juga berpendapat bahwa pemerintah harus menjelaskan
perubahan fasilitas untuk peserta BPJS kelas satu.
“Harus ada penjelasan lengkap dari pemerintah, meski kita
mengerti bahwa konsep BPJS adalah jaminan sosial yang berprinsip
gotong-royong,” ujarnya.
Diketahui bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah
memerintahkan semua rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk
menerapkan sistem KRIS paling lambat pada 30 Juni 2025. KRIS akan menggantikan
sistem pengelompokkan ruang rawat inap berdasarkan kelas 1, 2, 3, yang selama
ini diterapkan oleh BPJS Kesehatan.
Perubahan sistem ini tertuang dalam Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 59 tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden
Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.