Seorang perempuan sedang merasakan nyeri akibat sakit maag. Foto: Ilustrasi/Net |
Dr. Firhat menjelaskan bahwa perubahan pola makan dari tiga
kali sehari menjadi dua kali sehari saat awal puasa seringkali memicu gejala
maag. Namun, setelah periode awal ini, gejala biasanya akan membaik.
Berpuasa mendorong individu untuk makan secara teratur pada
waktu yang sama setiap hari, yaitu saat berbuka puasa dan sahur. Ini dapat
membantu mengurangi gejala maag atau GERD yang umum di masyarakat.
Maag, atau dispepsia dalam terminologi medis, adalah sindrom
yang ditandai dengan gejala seperti rasa tidak nyaman, mual, nyeri, muntah,
kembung, dan cepat kenyang. Gejala ini bisa memburuk, dengan asam lambung naik
ke kerongkongan, kondisi yang dikenal sebagai Gastroesophageal reflux
disease (GERD).
Dengan pola makan yang teratur, asam lambung akan keluar
pada waktu yang tepat dengan asupan makanan yang cukup, sehingga tidak
menyebabkan nyeri atau rasa tidak nyaman.
Namun, Dr. Firhat menekankan bahwa meskipun makan pada waktu
yang tepat, mengonsumsi makanan secara berlebihan juga dapat menyebabkan asam
lambung naik dan memicu maag dan GERD berkepanjangan selama bulan puasa.
Dr. Firhat menyarankan untuk menghindari konsumsi gorengan,
santan, makanan pedas, dan berminyak saat berbuka puasa dan sahur. Selain itu,
hindari juga makanan jeroan, gajih, dan kopi untuk mencegah kambuhnya maag
selama berpuasa.
Konsumsi makanan pedas dan kopi dalam jumlah yang tidak
terkontrol dapat meningkatkan risiko asam lambung naik ke kerongkongan. Selain
itu, banyak orang, terutama generasi muda, yang suka makan coklat, makanan asam
seperti jeruk, lemon, atau anggur, dan minuman bersoda, yang semuanya dapat
memicu asam lambung.
Jika Anda ingin mengonsumsi makanan tersebut, bijaksanalah
dalam membagi porsi makanan tersebut antara waktu berbuka puasa atau sahur
saja. Tingkatkan konsumsi makanan rebus atau bakar dan perbanyak makan sayuran.