Gibrang Rakabuming Raka. |
“Menurut saya, untuk memimpin partai sebesar Golkar,
dibutuhkan seseorang yang memiliki pengalaman dan karakter yang kuat. Gibran
belum terbukti memiliki kualitas tersebut. Jika harus memilih, saya lebih
menyarankan Jokowi,” ujarnya, Jumat.
Usep menekankan bahwa Golkar adalah partai besar yang tidak
hanya bergantung pada ketua umum sebagai figur sentral dalam kepemimpinan,
tetapi juga memiliki banyak kader berkualitas yang tersebar di seluruh
organisasi.
Dia menyarankan agar tidak menganggap Golkar sama dengan
Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang saat ini dipimpin oleh Kaesang
Pangarep, adik Gibran. Menurutnya, organisasi Golkar sudah mapan dan matang,
dan tidak bisa begitu saja diambil alih.
Usep berpendapat bahwa Gibran belum terbukti mampu mengelola
berbagai faksi dan kepentingan yang ada di dalam partai, serta menghadapi
berbagai dinamika yang muncul. Gibran dianggap belum mampu meredam atau
menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
“Golkar adalah organisasi besar, partai besar, dengan
mekanisme yang sudah mapan dan matang. Oleh karena itu, dibutuhkan seorang
pemimpin yang pandai mengelola konflik. Di Golkar, konflik ini sudah teruji,
dan mekanisme partainya selalu berjalan dan selalu terselesaikan,” jelasnya.
Dia melanjutkan, Golkar selalu menghadapi gejolak konflik.
Ada begitu banyak tokoh, masing-masing memiliki pengikutnya sendiri, yang
akhirnya menimbulkan konflik. Menurutnya, Golkar tidak memiliki tokoh sentral
seperti PDIP, Gerindra, atau Demokrat.
“Jadi, konflik ini tidak harus selalu dihilangkan seperti di
partai-partai yang memiliki tokoh sentral. Mereka yang berkonflik atau
menciptakan konflik disingkirkan. Tapi di Golkar, saya melihat konflik ini
justru dikelola dan menjadi kekuatan yang diperlukan oleh organisasi seperti
Golkar,” jelasnya.
Menurutnya, politisi Golkar yang muncul sebagai calon ketua
umum Golkar, seperti Airlangga Hartarto, Bambang Soesatyo, Agus Gumiwang
Kartasasmita, dan Bahlil Lahadalia, dianggap sebagai kader yang cukup layak
menjadi pemimpin Golkar, daripada Gibran Rakabuming Raka.
Sebab menurutnya, jika Gibran ingin maju menjadi ketua umum
Golkar, minimal harus menunggu satu generasi lagi.
Bahkan, menurutnya, Gibran juga dinilai masih di bawah
kapasitas tokoh muda Golkar lainnya seperti Maman Abdurrahman, Ahmad Doli
Kurnia, Ace Hasan Syadzily, dan tokoh muda lainnya.
“Gibran itu lebih rendah lagi, saya kira tingkatannya dari
segi usia dan kematangan lebih rendah lagi. Belum terlihat kemandirian politik
dari Gibran,” tegasnya.
Sebelumnya, bursa calon ketua umum Partai Golkar semakin
ramai dibicarakan, terutama setelah kehadiran Gibran Rakabuming Raka yang juga
putera sulung Presiden Joko Widodo yang digadang-gadang bakal menjadi calon
potensial pada Munas Golkar yang rencananya akan dilaksanakan pada Desember
2024.
Nama Gibran pertama kali disebut dalam bursa kepemimpinan
Partai Golkar oleh Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari yang melihat dua
potensi besar dalam diri Gibran.
Pertama, Gibran akan segera menduduki jabatan strategis
sebagai orang nomor dua di Indonesia saat dilantik menjadi wakil presiden
secara resmi pada Oktober 2024.
Kedua, Partai Golkar di masa depan harus berorientasi pada
generasi muda karena pemilih terbanyak berasal dari kalangan muda. Oleh karena
itu, tantangannya adalah partai Golkar juga harus diisi oleh banyak anak muda.
(Gud)