tRbFFwIJXCPvDkjdZ6hw7BrVzKSmv3z6tIDMFXHn
Bookmark

Bappebti Siap Turunkan Pajak Kripto demi Dorong Investor Lokal

Bitcoin salah satu mata uang kripto yang populer.
PRAKATA.COM - Bappebti memiliki rencana untuk menurunkan pajak kripto yang saat ini diberlakukan agar investor kripto hanya membayar separuh dari pajak yang ada sekarang. Hal ini diharapkan dapat menarik minat investor lokal untuk berinvestasi di pasar kripto Indonesia.

"Kami mengakui bahwa pajak kripto saat ini perlu dievaluasi dan dipikirkan ulang. Kami berharap, investor kripto hanya perlu membayar 50 persen dari pajak yang ada sekarang," ujar Tirta Karma Senjaya, Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti, dalam siaran persnya di Jakarta, Sabtu (2/3/2024).

Ia mengatakan, langkah ini penting untuk mempertahankan potensi pasar kripto dalam negeri yang masih baru tumbuh beberapa tahun belakangan ini, karena pajak kripto yang berlaku sekarang membuat biaya investasi menjadi lebih tinggi.

Tirta juga menyampaikan bahwa pajak kripto harus dievaluasi dan dipikirkan ulang oleh semua pihak yang terkait, termasuk Bappebti, OJK, Ditjen Pajak Kemenkeu, asosiasi, dan pelaku pasar, agar besaran pajak yang dikenakan sesuai dengan keinginan semua pihak.

Ia menjelaskan bahwa pajak dari transaksi kripto telah berhasil menambah pemasukan negara sekitar Rp259 miliar dan memberikan kontribusi lebih dari 50 persen untuk pemasukan industri fintech.

Asih Kerniangsih, Direktur Eksekutif Asparkrindo, mengungkapkan bahwa pajak kripto yang tinggi di Indonesia membuat pelaku pasar kripto memilih untuk berpindah ke pasar luar negeri.

"Karena itu, perlu ada penyesuaian untuk menghindari hal itu karena bisa berpengaruh pada daya saing exchange crypto di dalam negeri. Apalagi aset kripto akan menjadi salah satu bagian dari sektor keuangan," katanya.

Oscar Darmawan, CEO Indodax, mengatakan bahwa ada berbagai macam pajak aset kripto yang diberlakukan di Indonesia, seperti PPh sebesar 0.10 persen, PPN sebesar 0.11 persen, dan tambahan 0.02 persen untuk biaya bursa, deposito, dan kliring.

"Belum lagi, jika bertransaksi menggunakan stablecoin seperti USDT, pajaknya akan digandakan. Banyaknya pajak yang diberlakukan, membuat total pajak yang harus dibayar oleh investor menjadi mahal dan bisa mengancam industri kripto di Indonesia," ucapnya.

Ia berpendapat bahwa untuk meningkatkan daya saing pasar kripto di dalam negeri, PPN harus dihapus sehingga aset kripto hanya dikenai PPh.

"Karena sebentar lagi industri kripto dari Bappebti akan dipindahkan ke OJK, artinya kripto akan menjadi bagian dari industri keuangan. Jadi, tidak cocok jika masih dikenai PPN dan kami berharap pajaknya bisa menjadi 0,1 persen," tuturnya. (Ana)

Ikuti Berita Terbaru di Google News