tRbFFwIJXCPvDkjdZ6hw7BrVzKSmv3z6tIDMFXHn
Bookmark

Sebuah Rumah Mewah Disita KPK, Diduga Milik Mantan Mentan SYL

 

KPK sita sebuah rumah mewah milik SYL

PRAKATA.COM - Dalam upaya memulihkan aset hasil korupsi, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah berhasil menyita sebuah rumah mewah yang diduga milik mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL), di Jakarta Selatan pada Kamis (1/2/2024).

“Sebagai bagian penting dari upaya pemulihan aset, tim penyidik telah berhasil menyita satu unit rumah mewah yang diduga milik tersangka SYL di Jakarta Selatan,” ungkap Ali Fikri, Kepala Bagian Pemberitaan KPK, saat dikonfirmasi di Jakarta pada Jumat (2/2/2024).

Ali menjelaskan bahwa tim penyidik juga telah memasang segel pada aset tersebut untuk mencegah penyalahgunaan oleh pihak yang tidak berhak.

Juru bicara yang juga seorang jaksa ini menambahkan bahwa KPK masih terus melakukan penyidikan terhadap aset-aset lain yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi.

“Tim Aset Tracing dari Direktorat Pelacakan Aset Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi KPK terus aktif melakukan penelusuran aset-aset lainnya yang memiliki nilai ekonomis,” tambahnya.

Sebelumnya, pada Jumat, 13 Oktober 2023, KPK telah resmi menahan SYL dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta (MH), dalam kasus dugaan korupsi di Kementan. Keduanya ditahan setelah Sekretaris Jenderal Kementan, Kasdi Subagyono (KS), yang lebih dulu ditahan pada Rabu, 11 Oktober 2023.

Kasus dugaan korupsi di Kementan ini bermula saat SYL menjabat sebagai Menteri Pertanian periode 2019—2024. Dalam jabatannya, SYL membuat beberapa kebijakan personal, termasuk melakukan pungutan dan menerima setoran dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya. Kebijakan ini berlangsung dari tahun 2020 hingga 2023.

SYL memberi instruksi kepada Sekretaris Jenderal Kementan, Kasdi Subagyono (KS), dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta (MH), untuk menarik sejumlah uang dari unit eselon I dan II. Penarikan ini dilakukan dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank, dan pemberian dalam bentuk barang atau jasa.

Atas arahan SYL, tersangka KS dan MH memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL mulai dari 4.000 hingga 10.000 dolar AS.

KPK menyebut bahwa SYL melakukan paksaan terhadap ASN di Kementan, seperti dengan memindahkan mereka ke unit kerja lain dan mendisfungsionalkan status jabatannya.

Penerimaan uang melalui KS dan MH sebagai representasi orang kepercayaan SYL dilakukan secara rutin setiap bulan dengan menggunakan mata uang asing. Penggunaan uang oleh SYL, menurut KPK, juga diketahui oleh KS dan MH, di antaranya untuk kepentingan pribadi SYL, seperti pembayaran cicilan kartu kredit, kredit mobil Alphard, perbaikan rumah pribadi, tiket pesawat bagi keluarga, serta pengobatan dan perawatan wajah keluarganya senilai miliaran rupiah.

Selain itu, Alex mengungkapkan bahwa penyidik menemukan adanya aliran dana dari SYL ke Partai NasDem. KPK juga menemukan adanya penggunaan uang lain oleh SYL bersama KS dan MH untuk ibadah umrah.

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Untuk tersangka SYL, juga disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). (gud/ant)