![]() |
| Heru Budi Wasesa, SE., M.Si. Han. |
(*) Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi
(Pukat) Universitas Patria Artha, Inisiator Garuda 8 Nuswantara, Ketua Alumni
Universitas Pertahanan (Unhan) RI ke-3
PADA usia yang ke-80 hari ini Minggu 5 Oktober 2025, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dituntut untuk terus bertransformasi. TNI Intelektual menuju TNI Profesional bukan sekadar wacana, melainkan sebuah keniscayaan dalam menjawab tantangan zaman. Salah satu langkah strategis dalam mewujudkan hal ini adalah dengan dibentuknya Universitas Pertahanan (Unhan) Republik Indonesia pada 2009, yang kala itu diinisiasi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berdasarkan rekomendasi Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) dan Menteri Pertahanan Yuwono Soedarsono.
Pembentukan Unhan memiliki tujuan utama untuk membangun TNI
yang profesional dalam bingkai intelektual. Artinya, kita tidak lagi memandang
TNI semata-mata sebagai kekuatan tempur, tetapi juga sebagai kekuatan
intelektual. Unhan hadir sebagai wadah pertemuan pemikiran militer dan sipil
dalam tataran keilmuan. Kampus ini sejak awal membuka kesempatan bagi sivitas
akademika sipil, melalui program magister (S2), untuk belajar bersama perwira
TNI. Saya sendiri merupakan bagian dari angkatan kedua pada 2010, menyaksikan
langsung bagaimana para profesional dari berbagai latar belakang, seperti
pemimpin perusahaan level menengah, melalui proses seleksi ketat untuk
bergabung.
Berbagai jurusan yang relevan dengan kebutuhan global
dibuka, mulai dari Strategi Perang Total, Manajemen Pertahanan, Energi, hingga
Diplomasi. Kurikulumnya dirancang untuk menjawab tantangan geopolitik dan
geostrategi kontemporer. Bahkan, Unhan sejak dini telah berjejaring dalam
komunitas pertahanan internasional atau Internastional Civil Defense Organisation (ICDO), bekerja sama dengan negara-negara
seperti Singapura, Malaysia, dan Amerika Serikat. Program pertukaran ke
negara-negara mitra tersebut memperkaya wawasan tentang hubungan sipil-militer
dan penguasaan teknologi. Dari sinilah transformasi TNI menuju profesionalisme
yang sesuai dengan perkembangan dunia dimulai.
Beberapa kebijakan mutakhir, seperti amendemen undang-undang
TNI, tidak perlu disikapi dengan kekhawatiran berlebihan. Tujuannya bukan untuk
menjadikan TNI otoriter, melainkan mengukuhkan TNI yang telah dianggap
profesional untuk mengemban tugas-tugas baru. Salah satunya adalah Operasi
Militer Selain Perang (OMSP), termasuk di ranah cyber dan pengamanan
Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri. Perlindungan WNI di mancanegara
adalah bagian dari tanggung jawab negara modern, sebagaimana dipraktikkan oleh
banyak negara maju.
Di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, kita
menyaksikan penambahan jumlah Komando Daerah Militer (Kodam) dari 15 menjadi
21. Kebijakan visioner ini lahir dari pemikiran strategis. Selama ini,
pertanyaan mendasar kerap muncul: di mana kekuatan TNI seharusnya ditempatkan
untuk mengawal sumber daya alam dan kedaulatan wilayah? Fakta menunjukkan
sebagian besar kekuatan TNI masih terpusat di Pulau Jawa, sementara kekayaan
alam terbesar justru berada di Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Sumatera. Penambahan
Kodam di daerah-daerah kaya ini adalah jawaban konkret untuk memperkuat
penjagaan aset bangsa dan mendukung pemerataan pembangunan, tidak lagi
tersentralistik di Jawa.
Sebagai seorang aktivis yang menempuh pendidikan di Unhan,
pengalaman tersebut mengubah paradigma berpikir saya. Saya menyadari bahwa
organisasi terbaik seperti TNI layak dipercaya dengan tugas-tugas yang
memerlukan kedisiplinan tinggi, kecermatan, dan ketangguhan, yang tidak
terbatas pada ranah militer konvensional. Kekhawatiran masyarakat akan sifat
otoriter adalah wajar, namun percayalah, berdasarkan interaksi saya selama di
Unhan, para perwira TNI justru sangat open-minded. Saya pernah
berkelakar, mereka yang dari TNI justru lebih “sipil” dalam pola pikir dan
tindakan daripada kami yang berasal dari kalangan sipil. Ini membuktikan
semboyan lama bahwa TNI adalah rakyat. Profesionalisme TNI yang didukung
intelektualitas akan bersimbiosis mutualisme dengan masyarakat dalam membangun
bangsa.
Kilas balik sejarah mencatat kontribusi intelektual TNI bagi
dunia. Teknik perang gerilya yang dikembangkan oleh Jenderal Besar Sudirman,
kemudian dibukukan oleh Jenderal A.H. Nasution dalam Buku “Pokok-pokok Gerilya”
yang diterjemahkan dalam Bahasa Inggris “Fundamentals of Guerrilla Warfare”,
bahkan dipelajari di Pentagon, Amerika Serikat. Konsep inilah yang diakui juga
digunakan oleh Jenderal Vo Nguyen Giap dari Vietnam untuk mengalahkan Prancis
dan Amerika. Kekaguman Jenderal Giap terhadap Jenderal Sudirman pada
kunjungannya ke Indonesia tahun 1990 adalah bukti warisan intelektual TNI yang
diakui dunia.
Di usia ke-80 ini, TNI telah bertransformasi dari sekadar
simbol pertempuran menjadi lambang profesionalisme dan intelektualisme. Unhan,
yang kini telah berkembang dengan program Diploma, Sarjana (S1) di Sentul,
Magister (S2) di Salemba, dan Doktor (S3), serta Akademi di Atambua, berperan
penting dalam mencetak kader muda bangsa yang tangguh, terlatih, dan
berdisiplin tinggi.
Namun, tantangan tetap ada. Ribuan alumni Unhan, khususnya
dari kalangan sipil yang dibiayai beasiswa negara, setelah lulus tidak memiliki
ikatan dinas. Mereka menyebar ke berbagai penjuru. Potensi besar ini semestinya
dapat dimanfaatkan negara. Pada masa kepemimpinan saya sebagai Ketua Alumni,
kami telah menyampaikan hal ini kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla, agar alumni
Unhan dapat diberdayakan perannya untuk pembangunan. Kami berharap, di bawah
kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, alumni Unhan dapat dilibatkan lebih
luas di berbagai sektor untuk mendukung program-program strategis bangsa.
Sebagai penutup, di hari ulang tahun TNI yang ke-80 ini,
marilah kita bersatu. Tidak ada lagi dikotomi antara TNI, Polri, dan
masyarakat. Kita semua adalah Indonesia. Masyarakat tidak perlu khawatir dengan
isu-isu negatif yang dapat merenggangkan hubungan kita. Saatnya kita percaya
pada profesionalisme TNI yang berlandaskan intelektual, loyalitas, pengabdian,
dan kedisiplinan tinggi dengan tetap berpegang pada Asta Gatra untuk melindungi
segenap bangsa dan tanah air Indonesia.
Kepada para alumni Unhan di mana pun berada, mari kita
buktikan bakti. Kita pernah dibiayai negara melalui pendidikan bergengsi,
sekarang saatnya kita berperan untuk bangsa, diminta atau tidak. Seperti bunyi
Mars Unhan yang kami banggakan: “Unhan Jaya Sepanjang Masa!” Selamat ulang
tahun TNI-ku, penjaga kedaulatan bangsaku, karena TNI adalah rakyat, kita
bersama.


