![]() |
Menteri Keuangan (Menkeu) Republik Indonesia, Purbaya Yudhi Sadewa. |
(*) Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas
Patria Artha, Inisiator Garuda 8 Nuswantara, Ketua Alumni Universitas
Pertahanan (Unhan) RI ke-3
SEBUAH pernyataan tegas dari Menteri Keuangan
(Menkeu) Republik Indonesia, Purbaya Yudhi Sadewa telah mengguncang kesadaran
kita. Ini bukan sekadar bantahan atau pembelaan diri, melainkan sebuah
manifesto perlawanan terhadap budaya korupsi yang telah lama menggerogoti
bangsa. Serangan yang ia terima justru menjadi bukti bahwa kebenaran mulai
ditakuti. Seperti katanya, "Kalau yang bersih dianggap ancaman, berarti
kita sedang hidup di sistem yang kotor." Kalimat ini adalah cermin yang
harus kita hadapi bersama.
Pernyataan Purbaya mengajak kita pada introspeksi kolektif
yang dalam. Ini tentang "The Power of Anti ABS, Anti Munafik, dan the
Power of Kebenaran, bukan Pembenaran." Kita terlalu lama terjebak dalam
permainan "pembenaran", di mana kebohongan dan kepentingan dikemas
seolah-olah benar. Kini, saatnya "kebenaran" yang menjadi panglima,
sekalipun suaranya datang dari keheningan dan fakta yang tak terbantahkan.
Pesan-pesannya menyiratkan sebuah peralihan zaman. Ini bukan
perang politik biasa yang berorientasi pada kekuasaan, melainkan "perang
melawan ketakutan." Ketakutan untuk bersuara, ketakutan untuk jujur, dan
ketakutan untuk mengoreksi sistem yang salah. Ketika rakyat sudah berani
bicara, tugas seorang pemimpin sejati adalah memastikan suara itu tidak
dibungkam.
Di sinilah bahaya mentalitas ABS (Asal Bapak Senang) muncul.
Budaya ini telah menjadi kanker yang melumpuhkan kepemimpinan. Seorang pemimpin
dengan segudang tugas menjadi rentan disesatkan oleh informasi dari anak buah
yang lebih mengutamakan "menyenangkan" daripada menyampaikan fakta.
Akibatnya, keputusan yang diambil bukanlah solusi, melainkan justru bisa
menjadi bencana. ABS menciptakan ilusi dan menjauhkan pemimpin dari realitas
yang seharusnya ia pecahkan.
Oleh karena itu, momentum ini harus ditangkap. Di bawah
kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, dan dimulai dengan ketegasan seperti
yang ditunjukkan Purbaya, kita memiliki peluang emas untuk mengubah
"budaya korupsi" dan "kesalahan kolektif" ini. Ini adalah
panggilan bagi semua pejabat dan elemen bangsa untuk berani meninggalkan zona
nyaman kemunafikan.
Ini baru awal. Seperti diingatkan, "Ini belum selesai,
masih ada yang lebih besar di balik semua ini." Perjuangan melawan
kegelapan korupsi dan kebohongan memang baru dimulai. Namun, dengan keberanian
menyuarakan kebenaran, verifikasi data yang kuat, dan komitmen untuk tidak diam
di tengah kesalahan, kita bisa memulai babak baru bagi Indonesia.
Mari kita tiru yang baik, koreksi yang salah, dan jadikan momen ini sebagai titik balik. Sukses untuk Prabowo, terus berjuang Pak Purbaya, dan ayo para pejabat lainnya, waktunya membuktikan siapa yang benar-benar berjuang untuk rakyat, dan siapa yang hanya bersembunyi di balik topeng. (*)