![]() |
Ketua Komisi XI DPR RI Muhammad Misbakhun. |
Ia mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal
I 2025 mencapai 4,87%, sedikit di bawah target APBN sebesar 5,2%. Penurunan ini
terjadi sebelum konflik Iran-Israel memanas dan dipengaruhi ketidakpastian
global, termasuk kebijakan dagang AS di era "Trump 2.0".
"Koreksi pertumbuhan sudah terlihat sebelum konflik.
IMF dan Bank Dunia pun merevisi proyeksi ekonomi global. Karena itu, kita harus
waspada terhadap risiko inflasi dan tekanan fiskal," tegas politisi Golkar
ini.
Menurutnya, penerimaan negara dari pajak dan non-pajak masih
stabil, dan pemerintah belum perlu mencari sumber pembiayaan baru selama ICP
terkendali. Namun, kenaikan harga minyak global dapat memicu inflasi dan
defisit fiskal.
"Jika ICP tembus US$90–100 per barel, skenario mitigasi
harus dijalankan, termasuk kenaikan harga BBM bersubsidi 10%. Ini akan
berdampak pada inflasi dan beban subsidi," jelasnya.
Berdasarkan simulasi bersama analis, termasuk Bank Mandiri,
pemerintah dinilai masih memiliki ruang fiskal untuk menghadapi fluktuasi harga
minyak. Bahkan jika ICP mencapai US$100 per barel, inflasi diprediksi tetap
terkendali di 2,7% (naik 0,32 poin dari saat ini).
"Pemerintah harus menjaga keseimbangan fiskal dan
perlindungan sosial. Jika subsidi dikurangi, kompensasi bagi masyarakat miskin
wajib disiapkan agar daya beli tidak turun," tegas Misbakhun.