![]() |
Wakil Ketua I DPRD Kota Bekasi, Nuryadi Darmawan. |
Prakata.com – Kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mengirim siswa bermasalah ke barak militer untuk menjalani pembinaan menuai kritik dari Wakil Ketua I DPRD Kota Bekasi, Nuryadi Darmawan. Ia meminta pemerintah provinsi mengkaji ulang pelaksanaan program tersebut, menyusul temuan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tentang dugaan pelanggaran hak anak.
"Kalau bisa, mohon dikaji ulang pelaksanaannya. Apalagi KPAI mengungkap adanya pemaksaan terhadap anak-anak dengan ancaman tidak naik kelas jika menolak ikut, hingga ketidaknyamanan selama di barak," kata Nuryadi, Jumat (23/5/2025).
Ia menegaskan bahwa penggunaan pendekatan militer dalam penanganan siswa bermasalah tidak sesuai dengan prinsip pendidikan. "Saya sebagai pimpinan dewan dan secara pribadi merasa tidak pas. Pola militer tidak tepat diterapkan dalam dunia pendidikan dan bertentangan dengan regulasi yang berlaku," ujarnya.
Nuryadi juga menyoroti potensi pelanggaran terhadap Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Undang-Undang Hak Asasi Manusia. "Prinsip-prinsip militer seharusnya tidak dijadikan kurikulum bagi anak-anak karena melanggar aturan," tegasnya.
Sebagai solusi, ia mengusapkan pendekatan melalui lembaga pendidikan khusus yang telah memiliki payung hukum, seperti yang diatur dalam UU Sisdiknas, Perda Pendidikan Jabar, dan Pergub tentang Pendidikan Khusus.
"Pendekatan yang benar adalah memperkuat pendidikan moral, seperti pesantren kilat, pendampingan orang tua, dan pengawasan sekolah yang terintegrasi," jelasnya.
Nuryadi menyatakan dukungannya jika KPAI merekomendasikan penghentian program tersebut. "Jika KPAI sebagai lembaga pengawas perlindungan anak menyatakan demikian, saya pasti mendukung rekomendasi penghentian kegiatan ini. Apalagi Lemhanas juga tidak setuju dengan pendekatan militer untuk semua pelanggaran siswa," tandasnya.
Program pembinaan siswa bermasalah di lingkungan militer ini telah menjadi sorotan berbagai pihak, termasuk kalangan pemerhati anak yang menilai metode tersebut berisiko menimbulkan trauma dan tidak sesuai dengan prinsip perlindungan anak. (Ads)
Ikuti Berita Terbaru di WhatsApp Channel