![]() |
Wakil Ketua DPRD Kota Bekasi, Nuryadi Darmawan. |
MUTASI di lingkungan kerja Aparatur
Sipil Negara merupakan salah satu upaya pengembangan karier pegawai melalui
pemindahan karyawan pada posisi yang lebih tepat dengan pekerjaan yang sesuai,
agar produktivitas kerjanya menjadi meningkat, memberikan kepuasan kerja serta
memberikan prestasi yang sebesar besarnya.
Berdasarkan Peraturan BKN RI Nomor 5 Tahun 2019 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Mutasi, disebutkan bahwa mutasi dilakukan atas dasar
kesesuaian antara kompetensi ASN dengan persyaratan jabatan, klasifikasi
jabatan dan pola karier, dengan memperhatikan kebutuhan organisasi. Melalui
kebijakan mutasi diharapkan kualitas SDM yang dimiliki oleh setiap organisasi
dapat terjamin serta dapat dimanfaatkan secara optimal.
Lebih lanjut diuraikan, secanggih apapun peralatan yang
dimiliki oleh organisasi tidak akan bermanfaat jika tidak didukung oleh SDM
handal, professional, terampil dan mempunyai kinerja yang tinggi.
Dalam sebuah organisasi pemerintahan, mutasi merupakan hal
biasa dalam upaya memberikan kesempatan kepada pegawai agar memperoleh
pengetahuan dan pengalaman yang lebih dan menyeluruh, berkaitan dengan
jabatannya dengan jalan berpindah dari suatu pekerjaan atau unit kerja ke
pekerjaan lain sehingga diharapkan akan meningkatkan kinerja pegawai tersebut.
Pemindahan atau mutasi merupakan suatu kegiatan rutin dalam
suatu organisasi untuk dapat melaksanakan prinsip “the right man and the right
place” atau “orang yang tepat dan tempat yang tepat”. Sebenarnya
penafsiran konsep tersebut bukan hanya dilihat bagaimana menempatkan seorang
pegawai sesuai dengan tempat dan kemampuannya, namun juga harus dilihat
sebaliknya bagaimana seorang pemimpin menempatkan kompetensi ilmu yang
dimilikinya sesuai dengan kepemilikan keputusan yang dilakukannya.
Pelaksanaan mutasi dilandaskan pada beberapa dasar atau
landasan. Menurut pendapat saya, minimal ada tiga dasar/landasan pelaksanaan
mutasi pegawai yang kita kenal yaitu:
a. Merit system.
Merit system adalah mutasi pegawai yang didasarkan atas landasan yang bersifat
ilmiah, objektif, dan hasil prestasi kerjanya. Merit system atau career system
ini merupakan dasar mutasi yang baik karena output dan produktivitas kerja
meningkat, semangat kerja meningkat, jumlah kesalahan yang diperbuat menurun,
absensi dan disiplin pegawai semakin baik, jumlah kecelakaan akan menurun.
b. Seniority system
Seniority system adalah mutasi pegawai yang didasarkan atas landasan masa
kerja, dan pengalaman kerja dari pegawai bersangkutan. Sistem mutasi seperti
ini tidak objektif karena kecakapan orang yang dimutasikan berdasarkan
senioritas belum tentu mampu memangku jabatan baru.
c. Spoiled system
Spoiled system adalah mutasi pegawai yang didasarkan atas landasan
kekeluargaan/kepentingan kelompok/relasi. Sistem mutasi seperti ini kurang baik
karena didasarkan atas pertimbangan suka atau tidak suka (like or dislike)
Adapun faktor pendukung pelaksanaan mutasi pegawai yaitu
antara lain adanya komitmen dari pimpinan yang terlibat faktor pendukung
pelaksanaan mutasi pegawai. Komitmen pimpinan ini merupakan unsur penting
didalam mengambil suatu kebijakan termasuk didalamnya penempatan pola mutasi
dengan berbagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan mutasi itu sendiri.
Selain itu, yang menjadi faktor pendukung adalah peraturan
perundang-undangan yang menjadi payung hukum dari pelaksanaan mutasi. Faktor
lain-lain yang bisa menjadi pendukung untuk dilakukannya mutasi seperti
kemanusian,keamanan, kenyamanan , konflik kepentingan dan lain-lain.
Selain itu, faktor yang menjadi penghambat pelaksanaan
mutasi pegawai adalah adanya unsur subjektif dalam menilai kinerja dan perilaku
seorang pegawai. Faktor penghambat pelaksanaan mutasi pegawai tersebut
berpotensi mengandung unsur subjektif dalam penilaiannya sehingga dengan adanya
unsur subjektif tersebut, dapat memunculkan spoiled system. Selain itu, faktor
penghambat lainnya adalah seniority system. Faktor penghambat pelaksanaan
mutasi pegawai yang masih didasarkan pada pertimbangan pada masa kerja,
pengalaman kerja (seniority system) dari pegawai yang bersangkutan yang belum
tentu mampu atau mumpuni untuk memangku jabatan yang lowong.
Nah hal ini pun seharusnya mutasi ASN harus mempertimbangkan
faktor-faktor yang dianggap objektif dan rasional dengan prinsip The Right Man
on The Right Job, untuk meningkatkan moral kerja sebagai media kompetisi yan
rasional untuk promosi, mengurangi laour turnover dan harus terkoordinasi.
Adapun faktor-faktor tersebut yaitu:
a. Pertimbangan Berdasarkan Prinsip Profesionalisme.
Dalam Pelaksanaan Mutasi Jabatan Pertimbangan penempatan
pegawai yang di mutasi harus berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan
kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan
itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama,
ras atau golongan agar mampu mendorong terciptanya birokrasi yang professional
dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik.
b. Kompetensi
Kompetensi adalah seperangkat tingkah laku, keterampilan dan
pengetahuan tertentu yang menjadi syarat utama dan elemen kunci bagi lahirnya
kepemimpinan yang efektif dan efisien. Secara umum kompetensi dipahami sebagai
sebuah kombinasi antara keterampilan (skill), atribut personal dan pengetahuan
(knowledge) yang tercermin melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat
diamati, diukur dan dievaluasi.
c. Prestasi Kerja
Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang
Aparatur Sipil Negara dalam melaksanakan tugas yang dibebankan padanya. Pada
umumnya pretasi kerja seorang ASN dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan,
pengalaman, dan kesungguhan pegawai yang bersangkutan.
d. Jenjang Pangkat
Pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkatan seorang
ASN berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan
sebagai dasar penggajian. Kenaikan pangkat adalah penghargaan yang diberikan
atas prestasi kerja dan pengabdian ASNl terhadap Negara, serta sebagai dorongan
kepada Pegawai untuk lebih meningkatkan prestasi kerja dan pengabdiannya.
e. Tanpa Diskriminasi
Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil
terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan kumpulan
yang diwakili oleh individu berkenaan. Diskriminasi merupakan suatu perbuatan
yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia. Ia berpuncak daripada
kecenderungan manusia untuk membeda bedakan manusia lainnya terkait dengan
gender, suku, hingga agama.
f. Loyalitas
Pelaksanaan mutasi jabatan juga tak lepas dari pertimbangan
loyalitas seorang ASN yang akan ditempatkan pada jabatan tertentu. Saya
berharap agar kepala daerah memperhatikan juga beberapa syarat-syarat agar pegawai
bisa diangkat pada jabatan tertentu (promosi) yaitu dengan menilai loyalitasnya
dengan artian pegawai harus ASN loyal dalam membela pemerintahan daerahnya dari
tindakan yang merugikan.
g. Hukuman Disiplin
Dalam pertimbangan mutasi jabatan perlu sangat dipertimbangkan
terkait hukuman disiplin yang telah diputuskan. Penjatuhan hukuman disiplin
sangat berpengaruh didalam penilaian karier seorang pegawai. Hukuman disiplin
merupakan cerminan tercorengnya integritas dan profesionalisme pegawai didalam
sebuah organisasi.
Jadi Inilah kajian dan yang seharusnya serta apa saja yang
diperhatikan dalam konsep melakukan Rotasi Mutasi ASN pada suatu Daerah, jadi
jika Wali Kota Bekasi akan melakukan hal tersebut
minimal rambu rambu dan prosesnya harus memperhatikan kajian kajian tersebut
diatas, terkait soal bagaimana memformulasikan keputusan agar mempertimbangkan
kebijakan secara bersama sama, sebenarnya itu hanya bersifat politis saja, soal
harus dan tidaknya mengakomodir kepentingan wakil kepala daerah ya silakan saja
di integrasikan secara baik, profesional dan proporsional.
Karena, sampai saat ini belum ada regulasi yang mewajibkan
untuk itu. Namun sebuah kebijakan akan terlihat bijaksana apabila
mempertimbangkan peran dan posisi masing masing, meskipun kewenangan berada
pada Wali Kota, agar terlahir keseimbangan yang harmonis.
Bali 13 April 2025
(*) Wakil Ketua DPRD Kota Bekasi /Fraksi PDIP Kota Bekasi