![]() |
Kuasa hukum Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah. |
Prakata.com - Kuasa hukum Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah mengungkapkan ada empat poin krusial yang menunjukkan pertentangan antara dakwaan yang diajukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya dengan fakta hukum yang telah diuji dan dinyatakan berkekuatan hukum tetap oleh pengadilan.
Sebelum memaparkan empat poin krusial itu, Febri menjelaskan
terdapat eksaminasi terhadap dua keputusan yang telah berkekuatan hukum tetap
dilakukan oleh sembilan ahli dari tiga bidang keahlian hukum, yaitu hukum
pidana, hukum administrasi negara, dan hukum tata negara.
"Eksaminasi ini adalah metode yang digunakan oleh ahli
hukum untuk menguji ulang keputusan yang sudah berkekuatan hukum tetap,"
kata Febri dalam konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu (12/3/2025).
Dia juga menemukan banyak kejanggalan dalam dakwaan KPK terhadap
Hasto. Pertama, penggunaan data yang salah dalam dakwaan.
Pada poin nomor 22, dakwaan KPK menyebutkan bahwa Nazarudin
Kemas memperoleh suara nol dalam pemilihan legislatif, padahal fakta hukum yang
telah diuji dalam putusan nomor 18 menunjukkan bahwa Nazarudin Kemas justru
memperoleh suara terbanyak.
"Ini bertentangan dengan fakta yang ada dan menimbulkan
kesan seolah-olah ada kepentingan lain di balik dakwaan ini," ujarnya.
Kedua, pertemuan tidak resmi yang diklaim KPK. Di poin nomor
23, dakwaan menyebutkan bahwa Hasto Kristiyanto pernah melakukan pertemuan
tidak resmi dengan Wahyu Setiawan.
Namun, fakta hukum dalam putusan nomor 28 yang mengadili
Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio menyatakan bahwa pertemuan Hasto dengan KPU
adalah pertemuan resmi saat rekapitulasi suara pada April dan Mei 2019.
"Tidak ada pertemuan tidak resmi seperti yang dituduhkan," jelas
Febri.
Ketiga, tuduhan tanpa dasar tentang pemberian uang. Pada
poin nomor 24, dakwaan menyatakan bahwa Hasto Kristiyanto menerima laporan dari
Saiful Bahri dan menyetujui rencana pemberian uang kepada Wahyu Setiawan.
Namun, dalam putusan nomor 28, tidak ada fakta hukum yang
menyebutkan hal tersebut. "Ini adalah tuduhan yang tidak berdasar dan
sudah diuji di persidangan sebelumnya," tuturnya.
Keempat, sumber dana yang keliru. Di poin nomor 25, dakwaan
menuduh Hasto Kristiyanto memberikan dana Rp400 juta melalui Kusnadi kepada
Donny Tri Istiqomah, yang ujungnya diberikan kepada Wahyu Setiawan.
Namun, putusan nomor 18 dengan terdakwa Saiful Bahri
menyatakan bahwa sumber dana tersebut adalah Harun Masiku, bukan Hasto
Kristiyanto. "Ini jelas sekali dalam putusan nomor 18, sumber dana bukan
dari Hasto," ucap Febri.
Dia menegaskan bahwa tim hukumnya akan mengawal proses
persidangan yang akan dimulai pada Jumat (15/3) mendatang, dengan penuh
penghormatan terhadap forum pengadilan.
"Kami berharap proses persidangan ini dapat berjalan secara adil dan transparan, sehingga kebenaran yang sesungguhnya dapat terungkap," pungkasnya. (zen/ant)