![]() |
Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. |
“Ini yang saya mau menerangkan, tolong tulis baik-baik. Ada orang ngomong loh
kok saya katanya mengintimidasi Kapolri? Ini orang, bukan orang Indonesia ku
rasa. Masa tidak mengerti orang aturan,” kata Megawati di Kantor DPP PDIP,
Jakarta, Rabu (14/8/2024).
Dia pun mempertanyakan yang menyebut pernyataannya terkait Kapolri adalah
sebagai bentuk intimidasi. “Kalau
intimidasi, saya tidak ngomong di depan umum. Aku pikir, kenapa tidak boleh
ketemu Kapolri? Kapolrinya mau tidak ketemu sama saya? Sampai hari ini tidak
ada surat, ‘Ibu Mega yang terhormat’ ayo kita ngobrol. Memangnya nanti saya
terus mau ditangkap (dulu) karena mau ketemu Kapolri?” tutur Megawati.
Presiden Kelima RI ini menjelaskan sebagai warga negara Indonesia, dirinya
tentu memiliki hak bertemu dengan Kapolri.
“Saya warga negara Indonesia, saya yang memisahkan Polri (dengan TNI). Betul
apa tidak? Zaman (saya menjadi) Presiden. Terus masa rakyat enggak boleh ketemu
sama Kapolri? Kalau saya bilang mau ketemu Kapolri, Kapolrinya kan mestinya buka
pintu,” ungkap Megawati.
Dia pun mengingatkan awak media yang hadir untuk tak memutarbalikkan apa yang
disampaikannya. “Karena yang saya
terangkan ini adalah perjuangan dan sejarah bangsa Indonesia,” tegas Megawati.
“Sampaikan sana sama Kapolri, masa saya tidak boleh? Kalau orang lain saja
boleh, masa saya tidak boleh. Karena saya yang memisahkan, terus saya takut?
Tidak. Saya orang baik-baik,” tambah Megawati.
Megawati kembali menyampaikan bahwa dirinya memang ingin bertemu Kapolri. “Ibu Megawati Soekarnoputri minta ketemu
yang namanya Kepala Polisi Republik Indonesia,” ucap Megawati.
Ia pun berbicara banyak soal alasan mengapa dirinya ingin bertemu dengan
Kapolri di antaranya bagaimana ia menerima berbagai laporan, data, dan fakta
mengenai intimidasi serta ketidaknetralan aparat. Lalu, terkait ajang politik maupun proses penegakan hukum. Megawati
mengaku dirinya sangat terusik dengan keadaan tersebut.
Ia merasa hal-hal demikian perlu diingatkan kepada pemimpin tertinggi di
Kepolisian, mengingat hal itu tak sejalan dengan tujuan proses reformasi di
tubuh Polri yang banyak dimulai ketika Megawati menjadi presiden.
“Masa diintimidasi hanya karena ada perintah dari atas. Atasnya mana? ‘Yang
pasti bu ada perintah dari atas’. Gila apa tidak? Gila apa tidak? Gila dong.
Lah kok tidak mau bilang dari si ini, si ono, si ini, perintah ya dari atas,”
jelasnya.