Syahrul Yasin Limpo (SYL) terdakwa kasus korupsi di lingkungan Kementan. |
Rianto menegaskan bahwa SYL terbukti secara sah dan meyakinkan menurut
hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan
berlanjut sebagaimana dakwaan alternatif pertama penuntut umum.
Dengan demikian, SYL melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal
18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1)
ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain pidana utama, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa
pembayaran uang pengganti bagi SYL sebesar Rp14,14 miliar ditambah 30.000 dolar
Amerika Serikat (AS) subsider 2 tahun penjara.
Vonis tersebut lebih ringan daripada tuntutan jaksa, yakni pidana penjara 12
tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan 6 bulan, serta membayar
uang pengganti sebesar Rp44,27 miliar dan 30.000 dolar AS dikurangi dengan
jumlah uang yang telah disita dan dirampas.
Dalam menjatuhkan vonis, majelis hakim mempertimbangkan hal-hal yang
memberatkan, yakni SYL berbelit-belit dalam memberi keterangan dan perbuatannya
selaku penyelenggara negara tidak memberikan teladan yang baik sebagai pejabat
publik.
Hal yang memberatkan lainnya, yang bersangkutan tidak mendukung program
pemerintah dalam program pemberantasan tindak pidana korupsi, kolusi, dan
nepotisme serta bersama keluarga dan kolega telah menikmati hasil tindak pidana
korupsi.
Sementara itu, hal-hal yang meringankan putusan, antara lain, SYL telah
berusia lanjut, yakni 69 tahun pada saat ini, belum pernah dihukum, telah
memberikan kontribusi positif sebagai Menteri Pertanian terhadap negara dalam
penanganan krisis pangan pada saat pandemi COVID-19.
Selain itu, SYL banyak mendapatkan penghargaan dari pemerintah Indonesia
atas hasil kerjanya, bersikap sopan di persidangan, serta bersama keluarga
telah mengembalikan sebagian uang dan barang dari hasil tindak pidana korupsi.
Dalam kasus tersebut, SYL menjadi terdakwa lantaran diduga melakukan pemerasan
atau menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar terkait dengan kasus
korupsi di lingkungan Kementan.
Pemerasan dilakukan mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu bersama Sekretaris
Jenderal Kementan periode 2021—2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan
Mesin Pertanian Kementan pada tahun 2023 Muhammad Hatta yang juga menjadi
terdakwa.