tRbFFwIJXCPvDkjdZ6hw7BrVzKSmv3z6tIDMFXHn
Bookmark

KPAI Catat 1,14 Juta Anak Jadi Pekerja, Terlibat Sebagai Pemulung Bahkan Prostitusi Online

Ilustrasi pekerja anak.
Prakata.com - Ai Maryati Sholihah, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), menyoroti bahwa Indonesia masih berjuang dengan isu pekerja anak, dengan sekitar 1,14 juta anak yang terjebak dalam kondisi tersebut.

Pada acara peringatan Hari Anti Pekerja Anak Sedunia yang diselenggarakan di Jakarta, Ai mengungkapkan bahwa anak-anak ini ditemukan bekerja ketika mereka terjun ke dunia bisnis sebagai pekerja. Selain itu, dia menambahkan, ada juga yang terlibat dalam pekerjaan informal, seperti menjadi anak jalanan atau pemulung.

"Bahkan, mohon maaf, di KPAI sendiri data mengenai anak yang dilacurkan itu cukup tinggi. Apalagi saat ini difasilitasi oleh pemanfaatan media ya. Ya saya harus sampaikan gitu, data-data prostitusi online di situ hampir 80 persen adalah usia anak," katanya, Rabu (12/6/2024).

Dia menjelaskan pekerjaan itu merupakan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk, yang memberikan dampak pada fisik dan psikis. Padahal, kata dia, dalam Konvensi Organisasi Buruh Internasional Nomor 138, usia minimal anak boleh bekerja adalah 15 tahun.

Ai juga mengatakan dalam penerapan Undang-Undang Ketenagakerjaan nasional, realita di daerah-daerah berbeda, dan banyak sekali orang tua yang turut menyuruh anak-anaknya untuk bekerja, karena merasa mendapatkan manfaat dari hal itu.

"Misalnya di Karawang, beberapa yang menjadi lumbung padi kita ketika musim panen, sekolah sepi itu. Karena semuanya berbondong-bondong untuk panen ke sawah gitu," ucapnya.

Kemudian contoh lainnya, kata dia, di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), dimana anak-anaknya memanen tembakau.

Isu pekerja anak adalah isu yang multi dimensi, kata dia, bukan hanya tentang ekonomi namun juga dalam pengasuhan serta pemenuhan hak-hak anak, sehingga kolaborasi menjadi kunci untuk menangani hal itu. Sebagai contoh, lanjutnya, pemerintah daerah (pemda) dapat berperan serta melalui Kota atau Kabupaten Layak Anak (KLA).

Ai menuturkan dalam 24 indikator KLA antara lain tentang eksploitasi anak, termasuk cara menurunkan atau menanggulangi situasi pekerja anak.

"Di sini mengikat faktor-faktor, misalnya dunia usaha, dunia usaha juga harus sudah punya aturan, SOP, mekanisme bahkan di tingkat HRD bahwa usia yang memang layak masuk dalam tenaga kerjaan, tenaga kerja muda itu di atas usia anak, yaitu 18 tahun," katanya.

KPAI, lanjutnya, melakukan pengawasan bersama Dewan Pengawas Ketenagakerjaan dan melihat masih adanya anak-anak yang terlibat dalam situasi tersebut. Sejumlah rekomendasi yang diberikan oleh mereka, kata dia, adalah penarikan dari dunia kerja, remediasi, dan dikembalikan bekerja di tempat itu saat sudah dewasa.

Adapun untuk keluarga, kata dia, intervensinya adalah berupa penyadaran, edukasi, serta peningkatan kualitas dalam pengasuhan."Kita bisa bayangkan kalau di level sekolah pemerintah daerah, misalnya, sudah mengajak semua pihak, tetapi di keluarganya malah masih memperlakukan anak-anak kita ini untuk membantu dapurnya, membantu saat misalnya panen, dan lain sebagainya," kata Ai. (Ana)

Ikuti Berita Terbaru di Google News & WA Channel