Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily. |
"Kami
mendukung kebijakan tersebut karena haji hanya bisa diikuti oleh WNI yang
memiliki visa haji resmi, baik itu visa regular, haji khusus, maupun visa
Furoda," kata Ace di Jakarta, Selasa (4/6/2024).
Ia menekankan bahwa penindakan tegas itu memang harus dilakukan karena
penggunaan visa di luar ketentuan merupakan tindakan ilegal dan berdampak
negatif pada penyelenggaraan ibadah haji yang telah terkoordinasi dengan baik.
Ia menambahkan
bahwa jamaah haji yang tidak terdaftar secara resmi dapat mengganggu hak-hak
jemaah haji reguler. Pemerintah Arab Saudi telah menetapkan aturan ketat
mengenai akomodasi, tenda, dan makanan bagi jemaah haji yang terdaftar. Dengan
demikian, kehadiran jamaah dengan visa non-haji dapat mengancam hak-hak jamaah
yang telah membayar secara resmi.
"Dikhawatirkan
jemaah haji tidak resmi akan mengambil hak-hak jemaah haji Indonesia yang
regular saat puncak ibadah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina," ujarnya.
Ace juga mengimbau
masyarakat untuk lebih waspada terhadap pihak-pihak yang menawarkan
penyelenggaraan ibadah haji dengan visa tidak resmi.
"Masyarakat harus hati-hati dan memastikan visa yang digunakan adalah visa
haji yang resmi," kata dia.
Sebelumnya,
otoritas keamanan Arab Saudi kembali menahan 37 WNI yang kedapatan hanya
memiliki visa ziarah tetapi diduga nekat untuk berhaji.
Dari hasil
pemeriksaan aparat keamanan, puluhan WNI tersebut menggunakan atribut haji
palsu yang selama ini dipakai oleh jamaah calon haji Indonesia resmi.
Pada Senin (3/6),
Konsul Jenderal RI Yusron B. Ambary di Jeddah telah menyampaikan bahwa sebanyak
34 dari 37 Warga Negara Indonesia (WNI) yang ditangkap aparat keamanan Arab
Saudi karena kedapatan menggunakan visa non-haji dipulangkan ke Tanah Air,
sementara tiga orang lainnya akan diproses secara hukum.
"Alhamdulillah,
dalam pendampingan tersebut, 34 orang dinyatakan bebas dan pagi ini telah
kembali ke Indonesia dengan penerbangan Qatar Airways yang akan tiba di Jakarta
pukul 21.30 WIB," ujar dia.