tRbFFwIJXCPvDkjdZ6hw7BrVzKSmv3z6tIDMFXHn
Bookmark

Republik Diculik

Yusuf Blegur
Oleh Yusuf Blegur

BANGSA Indonesia tak akan pernah amnesia, bahwasanya di negeri ini pernah  terjadi penculikan dan pembunuhan aktifis pergerakan. Kini tak tanggung-tanggung, bukan hanya manusia dengan kesadaran kritis yang terancam penangkapan, penjara dan kematian. Bahkan republik ini telah diculik, upaya penghilangan paksa Pancasila, UUD 1945 dan NKRI.

Pilpres 2024 beserta hasilnya telah menjadi ajang pembuktian dari kecurangan sekaligus kejahatan pemilu yang terstruktur, sistematis dan masif. Bangunan kejahatan demokrasi itu dilakukan jauh sebelum pilpres dilaksanakan, menghadirkan cawe-cawe presiden berkuasa yang selanjutnya menggerakkan semua aparat hampir di semua di institusi pemerintahan,  hingga penggunaan anggaran negara untuk kemenangan paslon tertentu. Terlalu banyak penyelenggara negara yang menjadi alat kekuasaan bukan alat negara, apalagi menjadi abdi rakyat.

Tak ayal, seorang presiden dan para menteri, TNI-Polri hingga kepala desa telah menjadi alat  kekuasaan yang bukan saja tidak netral, lebih dari itu telah menjadi orkestrasi dari penghianatan konstitusi dan demokrasi. Tak cukup itu, konspirasi  jahat itu juga melibatkan sebagian besar partai politik, lembaga survey, pemuka agama hingga para buzzer dan influencer yang hanya berorientasi uang dan jabatan.

Rakyat terbelah, sebagian eling pada situasi politik nasional yang cenderung karut-marut, sebagian lain bersikap masa bodoh. Ada yang memiliki kesadaran akan kehidupan masa depan negara dan bangsa serta nasib anak-cucunya. Ada juga yang tidak berpikir dan peduli hari esok atau nantinya, yang penting hari ini bisa makan dan dapat uang. Rakyat terus dibentuk pola pikirnya yang penting asal  bisa makan dan hidup, tanpa nilai-nilai dan tanpa norma. 

Tanpa kehormatan, martabat dan kemuliaan akhlak, rakyat dibiarkan  hidup tak ubahnya hewan ternak. Rakyat terombang-ambing dalam pergulatan kesadaran ideal spiritual dan kesadaran rasional material. Mirisnya, rakyat terlalu sering diberikan kesenangan sesaat melalui bansos dan blt tanpa berpikir tak lama kemudian harus mengumpat dan melarat  karena kebijakan yang menyengsarakan rakyat, beras dan sembako lainnya naik, listrik naik, bensin naik dan pajak naik akibat subsidi dicabut pemerintah.

Rezim sepertinya gemar memelihara kebodohan dan kemiskinan rakyat, terbukti dengan kebijakan-kebijakan pemerintahan yang secara struktural dan kultural terus membuat rakyat terbelakang dan terpinggirkan. Sebut saja, utang pemerintah atas nama negara yang membabi-buta  dan menjadi beban rakyat, migrasi besar-besaran penduduk China berbalut TKA, rekayasa dan manipulasi konstitusi demi kepentingan oligarki sembari terus menguras sumber daya  alam, harga sembako, bbm dan listrik terus melambung tinggi sulit terjangkau, perilaku kekuasan yang semakin tiran dan otoriter yang terus membunuh demokrasi, hingga praktek-praktek KKN yang kian subur dan telanjang. 

Alhasil rakyat kebanyakan  terus terpuruk semakin dalam, dalam kepapaan dan kenistaan bertahan hidup ganasnya kapitalisme global dan menjadi korban perbudakan bangsanya sendiri. Pasrah diterkam liberalisasi dan sekulerisasi, menunggu ajal dari sekaratnya aqidah. Kehidupan rakyat dalam bingkai Pancasila, UUD 1945 dan NKRI sesungguhnya sesuatu yang naif, mainstreamnya adalah terjangkit penyakit WAHN-terlalu mencintai dunia dan takut mati.

Dua periode pemerintahan, terlalu hebat daya rusaknya. Mampu mengobrak-abrik dan meluluh-lantahkan konstitusi dan kehidupan demokrasi. Distorsi kekuasaan yang kemudian diikuti politik dinasti seakan menyempurnakan tranformasi rezim dari demokrasi menuju monarki. Berdarah dingin dan bertangan besi menjadi simbol dari pemerintahan buah reformasi yang kian-kemari semakin dzolim. Anak, mantu dan kroni dari presiden dasamuka terus menjelma menjadi Rahwana atau Firaun modern. Keluarga dan kelompoknya terus memburu kekayaan dan memenuhi syahwat kekuasaan, sementara rakyat jelata terus didera penindasan dan dililit penderitaan berkepanjangan.

Kemarin, hari ini dan masa mendatang, NKRI diuji dan dipertaruhkan. Akankah mampu  bertahan untuk melanjutkan mimpi-mimpi para pendiri bangsa dan cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia. Sanggupkah rakyat memanifestasikan  Pancasila, UUD 1945 dan NKRI yang sebenarnya. Rakyat yang dari rahimnya melahirkan para pemimpin dan ulama-habaib, TNI-Polri dan aparatur pemerintahan, mahasiswa dan intelektual serta generasi potensial anak bangsa lainnya. Masihkah punya harapan bahwasanya NKRI dapat mewujud negara kesejahteraan, negara yang menghadirkan kemakmuran  dan keadilan bagi semua anak bangsa tanpa terkecuali.

Rakyat sudah tak ada pilihan lain, selain bangkit melawan atau tunduk tertindas. Distorsi kekuasan telah melampaui batas, menghancurkan fundamental dan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Rakyat dipaksa mengikuti kemauan kekuasaan tirani, tanpa ada ruang sedikitpun menjalani perintah Ilahi. Berlindung pada konsep negara demokrasi bukan negara agama, rakyat terus mengalami bencana karena ulah penguasa dan segelintir penghianat bangsa. Suara kritis dibungkam dengan intimidasi, ancaman dan teror. Kesadaran perlawanan harus dihadapi dengan kebiadaban, dengan penjara dan kematian. 

Sampai kapan rakyat harus diam dan rezim terus dibiarkan  melanggengkan kekuasaan dengan segala cara. Jangan biarkan pemerintahan  dalam kesombongan, jangankan biarkan para penguasa berlagak seperti Tuhan. Bersatulah seluruh rakyat Indonesia, hidupkan dan kobarkan pengabdian  tanpa titik akhir dan berjuang meski dengan pengorbanan. Jangan biarkan republik diculik, dipisahkan dari Pancasila, UUD 1945 dan NKRI.

Bekasi Kota Patriot.
22 Sya’ban 1445 H/3 Maret 2024

Ikuti Berita Terbaru di Google News