tRbFFwIJXCPvDkjdZ6hw7BrVzKSmv3z6tIDMFXHn
Bookmark

Keseimbangan Pendanaan IKN: Tantangan Antara APBN dan Investasi Swasta

 

Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah 


PRAKATA.COM - Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah, menekankan kepada pemerintah bahwa pendanaan untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) harus seimbang antara APBN, Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), dan investasi dari sektor swasta.

Menurut Said, hingga tahun 2024, diperkirakan penggunaan APBN untuk pembangunan IKN akan mencapai Rp75,4 triliun atau 16,1 persen dari total anggaran. “Ini adalah hal yang telah saya khawatirkan, kurangnya minat dari sektor swasta dalam pembangunan IKN akhirnya menjadikan APBN sebagai sumber pendanaan utama. Padahal, IKN baru berjalan tiga tahun sejak diundangkan, dan rencana penggunaan anggaran dari APBN sudah mencapai 16,1 persen. Ini adalah proyek jangka panjang, oleh karena itu pemerintah harus memiliki rencana aksi jangka panjang, bertahap, dengan pendanaan yang seimbang antara APBN, KPBU, dan swasta,” ujar Said dalam pernyataan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Kamis.

Said, yang juga anggota Komisi X DPR RI, menjelaskan bahwa secara umum, pendanaan IKN berasal dari tiga sumber. Pertama, dari APBN, kedua dari pemanfaatan atau pemindahan Barang Milik Negara (BMN), dan ketiga dari investasi swasta.

“Sejauh yang saya pahami sebagai Ketua Badan Anggaran di DPR, pendanaan IKN direncanakan berasal dari APBN dan sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, seperti yang diatur oleh Undang-Undang No 3 tahun 2022 tentang IKN,” katanya.

Rencana total anggaran IKN adalah sebesar Rp466 triliun dengan tiga indikasi pendanaan, yaitu dari APBN (Rp90,4 triliun), Badan Usaha/Swasta (Rp123,2 triliun), dan KPBU (Rp252,5 triliun). Dengan jumlah tersebut, proporsi penggunaan APBN hanya sekitar 20 persen dan sisanya merupakan kontribusi dari dunia usaha.

“Dari hasil pengecekan data atas sumber pendanaan IKN yang saya lakukan, sejauh ini masih berasal dari APBN. Realisasi APBN untuk IKN dimulai pada tahun 2022 sebesar Rp5,5 triliun, tahun 2023 ini dianggarkan Rp29,3 triliun dan APBN tahun 2024 rencana alokasi sebesar Rp40,6 triliun. Jadi sampai tahun 2024 nanti penggunaan APBN direncanakan Rp75,4 triliun,” kata dia.

Sementara itu, investasi dari sektor swasta masih dalam tahap komitmen dan belum ada investasi yang riil. “Investasi sektor swasta sebesar Rp45 triliun itu masih Letter of Intent (LoI), alias sebatas pernyataan komitmen yang belum mewujud dalam aksi investasi yang belum sebesar yang diberitakan,” ungkapnya.

Namun, dari hasil pengamatan, ia merasa belum ada realisasi konkret dari investasi swasta dan yang bersumber dari BMN dalam pembangunan IKN, sebagaimana yang diperbolehkan oleh undang-undang.

Ia pun dengan jelas menyatakan kekhawatirannya jika skema KPBU tidak berjalan dengan baik, maka ini akan menambah beban APBN. “Adapun sejumlah media yang memberitakan adanya investasi sektor swasta sebesar Rp45 triliun itu masih Letter of Intent (LoI), alias sebatas pernyataan komitmen yang belum mewujud dalam aksi investasi yang belum sebesar yang diberitakan, selain itu skemanya juga model Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), dan lagi-lagi saya khawatir APBN juga nanti yang menanggungnya,” ungkap analisanya.

Peraturan terkait sumber pendanaan pembangunan IKN telah termaktub dalam Undang-Undang No.3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara yang menyatakan Pendanaan untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara bersumber dari: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; dan/atau b. sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (gud)